CUKUPLAH KEMATIAN
SEBAGAI NASEHAT UNTUK MENJADI LEBIH BAIK
Oleh .Ust Hidayat Usman,S.Pd.I
Guru SMPIT Al Uswah Tuban.
Hidup bukanlah sekedar pergantian hari, karena umur yang terus berkurang ajal semakin mendekat. Tiap detik yang berlalu dan tidaka akan pernah kembali itu akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah, adanya pergantian waktu membawa pesan agar kita terus bermuhasabah atas setiap amalan.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan bergerak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dimintai pertanggung jawaban tentang empat perkara, tentang umurnya ke mana ia habiskan, tentang Ilmunya yang mana saja yang telah ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan ke mana ia belanjakan dan tentang badannya untuk apa ia pergunakan.” (HR. At-Tirmidzi).Empat hal yang wajib kita evaluasi sebelum ajal menjemput: sudah benarhak pemanfaatan umur kita, adakah praktik dari ilmu yang telah kita pelajari, halalkah sumber seluruh harta yang kita hasilkan, dan apakah benar-benar fii sabilillah harta itu dihabiskan?
Allah berfirman: “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Qs Al-Mulk 1-2).
Seorang muslim yang jujur dengan komitmen keislamannya, hendaknya dari waktu ke waktu berusaha meningkatkan derajat dirinya, terutama dalam keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Hari esok harus lebih baik dari sekarang dan masa lalu.Untuk menggapai tujuan ini, diperlukan sebuah sarana atau washilah, sebagai jembatan menuju yang lebih baik pada hari hari yang akan datang. Kebaikan yang mencakup keseluruhan aspek kehidupan; yakni ibadah, mendidik anak, berkah rumah tangga, pendidikan, pekerjaan, dan urusan lainnya. Sarana atau washilah itu bisa kita uraikan sebagai berikut:
1. Menghadirkan Pengakuan Banyaknya Dosa
Kesalahan terbesar manusia dalam hidupnya manakala ia merasa sudah banyak beramal, sempurna dan tidak berdosa. Sikap ini tentunya harus dihindari, karena salah satu ciri seseorang yang akan diwarisi surga baginya tatkala ia merasa kurang dan banyak dosa. Rosululloh sebagai orang yang sempurna pun setiap harinya beristighfar minimal 100 kali, ibadahnya luar biasa.
Merasa banyak dosa dan memperbanyak istighfar merupakan salah satu cara menuju kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Dengannya akan menjadi solusi setiap permasalahan hidup. Saat seseorang mengadu problem hidupnya kepada imam Hasan al-Basri, misalnya, tanah kering karena tidak hujan, dan lain-lain, sang imam selalu memberi solusi ‘perbanyaklah istighfar!’. Kenapa sang imam memberi solusi itu? karena Alloh-lah yang menyampaikan rumus tersebut, sebagaimana terdapat dalam QS Nuh 10-12.
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.
2. Membuka Diri Menerima Nasehat Orang Lain
Tidak akan maju seseorang yang dalam hidupnya menutup diri dari nasehat orang lain. Biasanya kita kurang cerdas mendeteksi atau mengevaluasi kekurangan diri sendiri dibandingkan orang lain. Untuk itu, jadikanlah nasehat orang lain sebagai sarana untuk memacu diri ke arah yang lebih baik.
Pentingnya menerima nasehat orang lain untuk proses perbaikan diri, bisa kita lihat dari beberapa kisah sahabat di zaman rosulullah. Salah seorang sahabat dipuji rosul di hadapan sahabat lainnya dengan sebutan ‘hamba yang paling baik’. Hati sahabat tersebut berbunga-bunga karena menerima pujian rosul. Namun rosul melanjutkan perkatannya sebagai nasehat penting buat sahabat itu dengan mengatakan, ‘Hamba terbaik kalau seandaikan engkau rajin sholat tahajud’. Maka sejak saat itu, sahabat tidak pernah meninggalkan tahajud, karena ia menerima nasehat rosul.
Begitu pula saat seorang anak yang sedang makan dengan tangan kiri, rosul menasehati, “Wahai anak, sebutlah Alloh, makanlah dengan tangan kanan, dan makan yang dekat denganmu. Sang anak itu pun menerima nasehat nabi dengan tidak melakukan kesalahan itu lagi di kemudian hari. Umar bin Khatab sangat mengapresiasi orang yang memberi tahu kekurangan dirinya, “Sungguh semoga Alloh memberi rahmat kepada yang menghadiahkan aku kekurangan”.
3. Menghadirkan Kerinduan Terhadap Lingkungan yang Baik
Sarana ketiga untuk menjadi lebih baik adalah dengan menghadirkan lingkungan yang baik buat diri dan keluarga. Seseorang tidak sholeh bukanlah karena ia tidak mau sholeh, namun biasanya karena lingkungan yang tidak mendukung. Untuk itu menciptakan lingkungan yang sholeh patut dilakukan oleh setiap individu.
Seorang ayah dan ibu sangat berharap anaknya menjadi anak yang sholeh. Namun jangan harap hal itu terwujud kalau suasana rumah tidak kondusif menciptakan anak yang sholeh. Anaknya dibiarkan saja menonton TV dan bermain game yang tidak mendidik, anak jauh dari alunan ayat al-Quran, kurang mengenal sholat dan mesjid, serta menyekolahkan anak ke institusi yang minim pendidikan islam.
4. Menyikap Permasalahan Secara Proporsional
Hidup selalu dihadapkan dengan permasalahan. Dan adakalanya masalah akan kian banyak dan runyam tatkala menyikapi permasalahan itu secara tidak proporsional. Seorang bijak mengatakan, “Peraslah jeruk sehingga menjadi minuman manis. Semula asam lalu dikasih gula, sehingga menjadi minuman yang menyejukkan dan bermanfaat”.
Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengubah kekalahan menjadi kemenangan, mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan, dan mengubah musibah menjadi keberkahan. Rosulullah diusir untuk hijrah dari tempat kelahiran mekah, tidaklah disikapi sebagai sesuatu kekalahan, namun sebagai sebuah kemenangan. Dengan hijrah, komunitas muslim semakin kuat dan pada akhirnya mampu merebut kembali kota Mekkah. Begitu pula banyak ulama-ulama besar, mereka bisa menghasilkan karya luar biasa untuk peradaban manusia, saat mereka terkurung dalam penjara, terkungkung dalam sumur tua, terusir dari kota kelahiran, bahkan ada yang lumpuh secara fisik.
Menjadikan hari esok yang lebih baik maka , mari kita kobarkan semangat dan cita-cita menuju kehidupan yang lebih baik buat diri, keluarga dan orang-orang yang dicintai. Kalau tidak sekarang, mau menunggu sampai kapan?. Bukankah kita selalu menyaksikan, betapa banyak orang yang kita kenal dipanggil ke hadapan-Nya dengan beragam cara. Kematian bisa datang kapan saja. Inilah momentum yang tepat untuk mengeavaluasi dan menata hidup lebih baik di tahun mendatang. Menggapai hidup yang sesuai dengan kehendak dan ridho Alloh, sehingga kita siap dipanggil kapan dan di mana saja. Wallahu a’lam (Subukay)