Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan secara
bertahap dan berangsur-angsur. Penurunannya yang secara bertahap dan
berangsur-ansur itu melalui proses dan kurun waktu yang cukup lama, dari
ayat pertama hingga ayat terakhir memakan waktu selama kurang lebih dua
puluh tiga tahun.1 Al-Qur‟an telah menempuh perjalanan panjang berabadabad sejak pertama kali diturunkan hingga saat ini. Meskipun begitu,
kemurnian dan keotentikan Al-Qur‟an akan senantiasa terjaga dan
terpelihara, sesuai dengan apa yang telah Allah jaminkan.2
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. tidak berupa
tulisan atau berbentuk satu jilid yang tersusun rapi, melainkan berupa wahyu
Untuk itu, ada dua cara yang dilakukan oleh umat Islam untuk menjaga dan
memelihara kitab suci tersebut dari kemusnahan, yakni dengan cara hafalan
dan penulisan. Dua cara tersebut telah dilakukan sejak zaman Nabi
Muhammad Saw. dan masih berlangsung hingga saat ini.
B. Studi Pustaka
Setelah melakukan penelusuran, sampai saat ini setidaknya penulis
telah menemukan beberapa karya ilmiah yang menginformasikan atau
berkaitan dengan penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi. Penelusuran ini
penulis kira perlu dilakukan agar tidak terjadinya hal-hal yang kurang etis
dalam ruang lingkup akademik. Adapun beberapa karya atau tulisan ilmiah
tersebut di antaranya sebagai berikut:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Desi Wulandari, mahasiswa Jurusan
Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Seni dan Desain Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dengan judul “Analisis Ornamen AlQur‟an Mushaf Sundawi di Perpustakaan Pusdai Jawa Barat” pada tahun
2016.3
Skripsi tersebut mengkaji sebagian ornamen Al-Qur‟an Mushaf
Sundawi, yaitu ornamen flora yang ada dalam Al-Qur‟an Mushaf Sundawi.
Berdasarkan fokus kajiannya, dapat disimpulkan bahwa skripsi yang ditulis
Desi Wulandari berfokus pada bidang seni, khususnya cabang seni rupa.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Dede Elin Herlina, Jurusan Teknik
Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Gunung Djati Bandung dengan judul “Pembuatan Sistem Digitalisasi
Al-Qur‟an Mushaf Sundawi beserta Terjemahannya dalam Bahasa Sunda”pada tahun 2012.4Skripsi tersebut mengkaji Al-Qur‟an Mushaf Sundawi
untuk didigitalisasikan menjadi sebuah software (perangkat lunak). Seperti
pada tujuan khusus, yaitu membuat digitalisasi Al-Qur‟an Mushaf Sundawi
beserta terjemahannya. Berdasarkan analisis penulis dapat disimpulkan
bahwa skripsi Dede Elin Herlina ini berfokus pada bidang informatika.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Rima Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Gunung Djati Bandung dengan judul “Aktivitas Keagamaan Pusat Dakwah
Islam (Pusdai) Jawa Barat Tahun 1997—2011” pada tahun 2015.5
Berdasarkan analisis penulis, aktivitas keagamaan PUSDAI Jawa Barat
menjadi titik fokus pada skripsi yang ditulis oleh Rima. Adapun keterkaitan
dengan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi yaitu karena Mushaf Sundawi tersimpan
di PUSDAI Jawa Barat, maka skripsi tersebut mengintegrasikan Mushaf
Sundawi menjadi salah satu aktivitas keagamaan yang ada di PUSDAI Jawa
Barat.
Ketiga, buku yang ditulis oleh Bapak Ali Akbar peneliti kaligrafi dan
mushaf Al-Qur‟an yang bekerja di Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an
(LPMA) Kemenag RI. Judul buku yang ditulis oleh Pak Ali Akbar yaitu
Perkembangan Mushaf, Terjemahan, dan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia.
6
Dalam buku tersebut Pak Ali Akbar mengklasifikasikan mushaf-mushaf
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Adapun keterkaitannya dengan AlQur‟an Mushaf Sundawi, Pak Ali Akbar memasukkan Al-Qur‟an Mushaf
Sundawi ke dalam kategori “Mushaf Indah Kontemporer”. Dalam kategori
tersebut, Al-Qur‟an Mushaf Sundawi berdampingan dengan mushaf-mushaf
indah kontemporer lain, yaitu: Mushaf Istiqlal, Mushaf At-Tin, dan Mushaf
Jakarta, dan yang lainnya. Berdasarkan analisis penulis, jurnal yang ditulis
oleh Bapak Ali Akbar ini lebih menginformasikan tentang klasifikasi
mushaf-mushaf yang ada di Indonesia.
Dari beberapa karya atau tulisan ilmiah di atas, terdapat keterkaitan
mengenai Al-Qur‟an Mushaf Sundawi, namun kajian-kajian di atas tidak
terfokus pada sejarah penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi. Begitu juga
pendekatan-pendekatan yang digunakan di atas tidak menggunakan
pendekatan sejarah beserta pendekatan yang mendukungnya. Demikian,
penulis akan mengkaji atau meneliti penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi pada tahun 1995—1997 dengan menggunakan pendekatan sejarah beserta instrument-instrumentnya.Sejarah Penulisan Al-Qur’an dari Masa ke Masa
Pada masa Nabi Muhammad Saw., penulisan dilakukan dengan dan
dalam media yang terbatas. Mereka menulisnya pada pelepah tamar (kurma),
lempengan batu, daun lontar, kulit/daun kayu, pelana, potongan tulangbelulang binatang.19 Al-Qur‟an pada masa ini belum menjadi satu mushaf.
Mushaf terkumpul, tersusun, dan disalin pada masa Khulafa al-Rasyidin.
Ide atau prakarsa pengumpulan dan penyusunan mushaf berasal dari
„Umar ibn Khaṭṭāb pada masa Khalifah Abū Bakar. „Umar mengusulkan ide
tersebut karena banyaknya qurrā dan ḥuffāẓ yang gugur di medan perang,
sehingga ditakutkan akan membawa implikasi banyaknya Al-Qur‟an yang
hilang dan musnah. Dengan banyak pertimbangan, Abū Bakar pun menerima
usulan „Umar dan memerintahkan Zaid ibn Ṡābit untuk mengumpulkan AlQur‟an yang pada masa itu merupakan salah satu sahabat yang hafal AlQur‟an secara keseluruhan. Pada masa ini Al-Qur‟an yang terkumpul dan
tersusun dikenal dengan istilah “mushaf”.20
Seiring dengan menyebarnya agama Islam yang meluas ke berbagai
wilayah, penulisan Al-Qur‟an pun mengalami perubahan-perubahan, mulai dari cara/teknik dan bahan yang sederhana sampai pada cara dan bahan yang
modern. Ketika awal-awal diturunkan, Al-Qur‟an ditulis dengan
menggunakan tangan dan pada bahan yang seadanya, seperti: daun, pelepah
kurma, tulang-belulang, dan sebagainya.21 Seiring dengan berkembangnya
teknologi dan ditemukannya mesin cetak, Al-Qur‟an pun kemudian dapat
dicetak menggunakan mesin cetak.
Al-Qur‟an pertama kali dicetak pada tahun 1530 M, dicetak di kota
Bunduqiyyah (Venisia, Italia). Kemudian di Basel pada 1543 M, tetapi
kemudian dimusnahkan atas perintah penguasa gereja. Pada tahun 1694 M,
seorang Jerman yang bernama Abraham Hinckelmann telah berhasil
mencetak Al-Qur‟an pertama di kota Hamburg.22
Pencetakan Al-Qur‟an dengan label Islam baru muncul pada tahun
1787 M yang dilakukan oleh Maulā „Uṡmān Ismā„īl di St. Petersburg, Rusia.
Kemudian disusul pencetakan serupa di Qazan dan di Tehran, Iran pada
tahun 1829 M. Baru pada tahun 1923 M, Mesir mencetak Al-Qur‟an dengan
tulisan sebagaimana yang dikenal saat ini. Pencetakan ini di bawah
pengawasan para Syaikh Universitas Al-Azhar.23 Cetakan pertama mushaf
ini mendapatkan sambutan hangat di dunia Islam, dan sejak itu berjuta-juta
mushaf dicetak di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Informasi mengenai sejarah penulisan Al-Qur‟an banyak direkam
dalam beberapa literatur. Di Indonesia sendiri, perkembangan penulisan AlQur‟an telah lama berlangsung, mulai dari era penulisan Al-Qur‟an secara
manual (manuskrip), litografi (cetak batu), hingga melibatkan mesin-mesin
cetak modern yang dapat menghasilkan tulisan Al-Qur‟an berjilid-jilid dalam
waktu yang singkat seperti yang berkembang sekarang ini.
a. Penulisan dan Pencetakan Mushaf Al-Qur’an di Indonesia
Informasi mengenai sejarah penulisan Al-Qur‟an banyak direkam
dalam beberapa literatur. Di Indonesia sendiri, perkembangan penulisan AlQur‟an telah lama berlangsung, mulai dari era penulisan Al-Qur‟an secara
manual (manuskrip), litografi (cetak batu), hingga melibatkan mesin-mesin
cetak modern yang dapat menghasilkan tulisan Al-Qur‟an berjilid-jilid dalam
waktu yang singkat seperti yang berkembang sekarang ini.
Penulisan dan pencetakan mushaf Al-Qur‟an baik di dalam maupun
luar Indonesia dilakukan dengan sangat memperhatikan dan mementingkan
segi keindahan penulisan dan mushafnya, baik itu dari konsep desain, khat,
tatanan iluminasi, dan sebagainya. Di Indonesia, perhatian terhadapkeindahan mushaf ini telah berlansung sejak awal penulisan mushaf-mushaf
kuno, dan hingga saat ini perhatian terhadap keindahan dalam penulisan
mushaf terus berlanjut, dipertahankan, dan menjadi ciri khas.24
Pada dekade akhir abad ke-20, di Indonesia muncul mushaf-mushaf
kontemporer yang memiliki konsep desain, khat, dan tatanan iluminasi yang
indah, seperti: Al-Qur‟an Mushaf Istiqlal, ditulis pada tahun 1991—1995;
Al-Qur‟an Mushaf Sundawi, ditulis pada tahun 1995—1997; Mushaf at-Tin,
ditulis pada 1997—1999; dan Mushaf Jakarta, ditulis pada tahun 1999—
2000; dan mushaf-mushaf indah lainnya.25
b. Latar Belakang Sejarah Penulisan Al-Qur’an Mushaf Sundawi
Pada 15 Oktober 1991, dimulailah penulisan Al-Qur’an Mushaf Istiqlal
di mana presiden Republik Indonesia kedua, H. Muhammad Soeharto
berkenan menulis “basmallah” dari surat al-Fātihah, sebagai tanda
dimulainya penulisan tersebut dan sekaligus membuka pameran Kebudayaan
yang bernafaskan Islam, yang lebih dikenal dengan Festival Istiqlal.26
Pembuatan Al-Qur‟an Mushaf Istiqlal melibatkan suatu tim khusus
yang keanggotaannya terdiri dari para ahli kaligrafi (khatṭṭāt) seperti: K.H.
Abdurrazaq Muhili (perancang pola), H.M. Fa’iz A.R. (ketua), M. Abdul
Wasi A.R., H. Imron Ismail, Baiquni Yasin, Mahmud Arham, Islahuddin
(anggota), serta H.M. Idris Pirous (asisten); ahli seni rupa dan para pakar
desain grafis dari Institut Teknologi Bandung (ITB), seperti: Drs. A. D.
Pirous, H. Mahmud Buchori dan Ir. Ahmad Noe‟man; ulama ahli Al-Qur‟an
serta budayawan.
27
Pada tanggal 28 September 1993, Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Istiqlal
dipresentasikan di Bina Graha Jakarta. Presentasi mushaf tersebut dihadiri
oleh Bapak Presiden Soeharto yang sekaligus memberikan pidato sambutan.
Adapun isi dari pidato tersebut banyak berkaitan dengan Kebangkitan
Nasional ke-II dan Program Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-II
(PPJP II) yang dipersiapkan untuk Rencana Pembangunan Lima Tahun ke-5
(Repelita V) dan berhaluan pada Garis-garis Haluan Negara (GBHN) 1933.
Jika diambil substansi dari pidato Presiden Soeharto di atas, maka Penulisan
Mushaf Istiqlal dapat disebut sebagai salah satu bentuk perwujudan konsep dan simbol Kebangkitan Nasional ke-II serta Program Pembangunan Jangka
Panjang Tahap ke-II (PPJP II), di mana selain sasaran dalam bidang material
yang pada waktu itu diwakili oleh Pesawat N-250, ada pula bidang spiritual
yang diwakili oleh Al-Qur‟an Mushaf Istiqlal. Dua tahun berselang, tepatnya
pada tanggal 23 September 1995, bertepatan dengan pembukaan Festival
Istiqlal II, Bapak Presiden Soeharto menandatangani prasasti tanda
selesainya penulisan karya monumental Mushaf Al-Qur‟an yang
iluminasinya berwajah Indonesia.28
Terhimbau atas substansi pidato Presiden Soeharto di atas, beberapa
waktu kemudian, Gubernur Jawa Barat, R. Nuriana29 memprakarsai
pembuatan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi, yang pada tanggal 14 Agustus 1995
yaitu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. 17 Rabiul
Awal 1416 H, Bapak R. Nuriana membubuhkan “Basmallah” pada lembar
awal sebagai prasasti dimulainya Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi.
Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi yang diprakarsai gubernur R. Nuriana
ini adalah sebuah refleksi atau respon terhadap isi pidato presiden yang
mempunyai tujuan serupa, yaitu menselaraskan pembangunan di bidang
material dan spiritual, khususnya di wilayah Jawa Barat.30
Sebagai tindak lanjut dari prakarsa tersebut maka Gubernur R. Nuriana
mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa
Nomor: 451.05/ SK.1196-Binsos/95.31 Dengan adanya surat keputusan
gubernur itu, maka dimulailah penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di
Bandung, Jawa Barat pada tahun 1995. Dengan ini juga, Al-Qur‟an Mushaf
Sundwi menjadi pelopor atau pionir penulisan mushaf indah kontemporer pertama ditingkat provinsi di Indonesia.c. Perancangan dan Konsep Penulisan Al-Qur’an Mushaf Sundawi
(1995)
Ditinjau dari sudut pandang sejarah Islam di Jawa Barat, Al-Qur‟an
Mushaf Sundawi merupakan karya nyata yang menghubungkan bukti
kepedulian terhadap wujud Al-Qur‟an, yang telah berakar sejak Islam
berpijak di tanah Pasundan. Peninggalan-peninggalan tersebut tidak terlepas
dari kenyataan bahwa Agama Islam di Jawa Barat mempunyai tonggaktonggak sejarah yang hingga kini masih menancap kuat, baik berupa faktafakta sejarah di masa lampau maupun bukti penyebarannya di masa kini.
Sejak Sunan Gunung Jati ataupun kemudian tokoh lain seperti K.H. Hasan
Mustafa, hingga warisan karya Mushaf Al-Qur‟an Syekh Nawawi alBantani. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Islam Jawa Barat
mempunyai andil dalam kepeloporan. Dalam bidang seni kontemporer
seperti lukisan kaligrafi, dalam bidang arsitektur misalnya masjid modern,
dalam bidang musik, dan bahkan embrio Festival Istiqlal serta mushafnya
terlahir di Jawa Barat.32
Secara konseptual, jika dilihat dari sudut pandang sosio-kultural, AlQur‟an Mushaf Sundawi adalah karya Islami yang merupakan perpaduan
harmonis antara teks wahyu (Al-Qur‟an) dengan khazanah budaya Jawa
Barat yang menghasilkan perpaduan serasi dan juga seimbang antara zikir
dan fikir masyarakat Jawa Barat.33 Dari konsep tersebut, maka lahir sebuah
seni mushaf yang mampu menyampaikan pesan spiritual dan makna esensial
Islam melalui Bahasa sukma yang lugas dan simbolistis. Karena itu seni ini
menjadi lebih efektif dari pada penjelasan teologis yang problematis.34
Proses penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi melalui beberapa
tahapan, diawali dengan perencanaan, pengumpulan bahan dan data,
penelitian, percobaan (eksperimen): pengujian kertas, tinta, emas, dan alatalat lainnya agar terjamin keandalannya. Selanjutnya tim menstilasi35
ragam
hias dan flora (jenis-jenis tanaman) khas Jawa Barat menjadi bentuk-bentuk
ornamen atau iluminasi yang khas dan berkarakter „Sundawi‟. Kemudian
memformulasikan berbagai bentuk dan bahan sehingga menjadi sistem yang
praktis dan tepat. Hal tersebut yang menjadikan proses pekerjaan menjadi lebih lancar dan cepat.Untuk mewujudkan Al-Qur‟an yang sahih dalam segi penulisannya
dan estetis dalam segi perwajahannya, maka dibentuklah tim kerja yang
terdiri dari para ulama, ahli menulis indah (khaṭṭāṭ), pakar dalam estetika
seni rupa Islam, desainer spesialis iluminasi, peneliti, illuminator, dan ahli
komputer serta fotografer yang menunjang penelitian desain serta ahli
lainnya yang membantu menangani pelaksanaan lembar demi lembar
mushaf. Kaidah-kaidah penulisan supaya tidak terdapat kesalahan sebuah
titikpun, dipantau dan dikoreksi oleh para pakar dari Lajnah Pentashihan AlQur‟an Departemen Agama RI.37
d. Data Teknis Al-Qur’an Mushaf Sundawi
Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi diprakarsai oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat 1 Jawa Barat, Bapak R. Nuriana atas responnya
terhadap isi pidato presiden Republik Indonesia pada saat itu, Bapak
Soeharto pada presentasi Al-Qur‟an Mushaf Istiqlal di Bina Graha Jakarta,
28 September 1993. Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi dilandaskan pada
Surat Keputusan Gubernur Nomor 45/05/SK.1196-Binsos/95. Peresmian
awal penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi dimulai secara resmi pada 14
Agustus 1995 atau 17 Rabiul Awal 1416 H bertepatan dengan Peringatan
Maulid Nabi Muhammad Saw. di Gedung DPRD Tingkat 1 Jawa Barat, dan
secara simbolis dilakukan pembubuhan kalimat Basmallah oleh Gubernur R.
Nuriana sebagai simbol dimulainya penulisan.38
Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi memakan waktu sekitar 14
bulan—terhitung dari Desember 1995 sampai 15 Januari 1997. Kemudian,
peresmian selesainya penulisan diresmikan pada 25 Januari 1997 atau 17
Ramadhan 1417 H, bertepatan dengan peringatan Nuzul al-Qur’an, dan
secara simbolis dibubuhkan tanda tangan pada halaman mushaf dan prasasti
oleh Bapak Gubernur R. Nuriana. Peresmian ini bertempat di Masjid Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Islam (saat ini Pusdai). Secara keseluruhan,
penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi dilakukan selama kurang lebih 18
bulan. Penulisan ini lebih cepat 6 bulan dari waktu dari yang telah
direncanakan, yaitu 2 tahun (24 bulan).39
Al-Quran Mushaf Sundawi digubah di atas kertas jenis Conqueror
Laid, tipe Ripple Art Special, warna China white 250 gr, buatan Inggris, yang
cukup terkenal terkenal pada saat itu dan tentunya mempunyai kualitas yang
sangat baik. Pembagian di atas kertas tersebut menggunakan prinsip
pembagian bidang Golden Section—metode atau pendekatan untuk
menemukan proporsi ideal melalui perbandingan rasio dari bentuk-bentuk geometris, sehingga pembagiannya menghasilkan proporsi yang pas untuk
memperoleh bentuk yang indah—yang bidang gubahannya dibuat siluet.40
Ukuran kertas Al-Qur‟an Mushaf Sundawi memiliki tinggi 77,4 cm
dan lebar 45,6 cm, sedangkan luas bidang untuk kaligrafinya memiliki
panjang 38,2 cm dan lebar 54,55 cm. Dengan diterapkannya pembagian
bidang Golden Section, penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi menghasilkan
jumlah halaman yang secara keseluruhan berjumlah 763 halaman.41
Tinta yang dipergunakan dalam penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi
adalah merek DR. Ph. Martin’S, Black Star (buatan Amerika) untuk
menuliskan khat. Cat akrilik Winsor & Newton (buatan Inggris) digunakan
untuk menggambar iluminasi yang menghiasi kalam ilahi pada Mushaf
Sundawi. Sedangkan untuk emas murni terdapat dua jenis, yaitu emas serbuk
dan lembaran (prada) masing-masing buatan Jepang dan Taiwan.42
Pembuatan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi menghabiskan 24.000 ml tinta
warna dan 5.000 ml tinta hitam, juga 1500 gr emas prada dan 1000 gr emas
murni serbuk. Ratusan batang handam (jenis tanaman paku) digunakan untuk
menggubah, 750 batang kuas untuk memberi warna, 350 pensil untuk
membuat sketsa, dan 25 dus (12,5 kg) penghapus.
Penggubahan outline motif iluminasi dibantu oleh dua perangkat komputer
grafis berteknologi processor Intel Pentium 3—yang cukup canggih pada
masanya—dan menggunakan software (perangkat lunak) CorelDraw 5 untuk
menunjang kegiatan mendesain, agar motif dihasilkan lebih halus, teratur,
presisi, dan menghemat waktu.43
Meja gambar dan meja kaligrafi yang digunakan selama penulisan AlQur‟an Mushaf Sundawi didesain dan dipesan khusus, serta disesuaikan
dengan ukuran kertas dan standar tubuh manusia Indonesia (ergonomic).44
Meja gambar yang dipergunakan terhitung sebanyak 20 meja, sedangkan
meja kaligrafi sebanyak 4 meja. Begitupun peralatan pendukung lainnya
dipesan khusus, guna mengurangi resiko kelelahan dan rusaknya kertas dari
segala kemungkinan yang tidak diinginkan.45
Dalam penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi, digunakan beberapa
studio khusus. Seperti studio kaligrafi, studio iluminasi, studio computer
grafis, dan studio yang lainnya. Semua studio ini ditempatkan di satu tempat rumah) yang beralamat di jalan Bengawan No. 78, Bandung—bisa dibilangsebagai basecamp Tim Pelaksana Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi.46
Seperti lazimnya suatu mushaf yang ditulis khusus, apabila seluruh
lembaran sudah selesai, mushaf tidak akan dijilid, melainkan ditempatkan
pada peti dengan rancangan khusus yang serasi dengan konsep perwajahan
Al-Qur‟an Mushaf Sundawi. Peti yang digunakan untuk menyimpan AlQur‟an Mushaf Sundawi berjumlah tiga buah. Setiap peti masing-masing
menyimpan 10 juz yang tersimpan secara khusus pada laci stainless steel
(baja putih) dalam peti. Peti-peti tersebut terbuat dari kayu jati dan
sonokeling yang tahan terhadap gangguan rayap. Setiap peti ditutup rapat
dan dilindungi oleh kaca setebal 12 mm. Setiap peti diberi motif berbahan
kuningan dan ukiran berbahan kayu jati “pendem” berusia sekitar 200 tahun
dan dihiasi oleh batu-batu mulia yang berasal dari daerah-daerah di Jawa Barat.