RASA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Menata hati dan menguatkan niat sebelum menyusun langkah atau mengutarakan maksud dalam lisan sangatlah penting. Dalam penggalan hadits disebutkan “ Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim no.1). Jika niat tertata apik disertai langkah yang rapi dengan mengedepankan harapan yang baik, maka rasa percaya diri itu akan muncul menyelimuti dari rasa khawatir dan mampu melawan ego yang terkadang mencuat ke permukaan hati. Sehingga keinginan baik yang sudah dipupuk sejak awal tidak akan layu, kerdil atau bahkan tumbuh tidak terarah.
Dalam dunia pendidikan, khususnya menjadi seorang pendidik, alangkah baiknya memiliki rasa yang teduh dalam membangun energi kebaikan. Semua berawal dari keinginan (baca:niat) yang tertata baik. Mengapa? Karena bergaul dengan dunia pendidikan, kita akan melewati alur yang panjang, yakni menciptakan pribadi-pribadi yang sholih, cerdas dan haus akan pengetahuan. Betapa tidak, walaupun kita mendidik ( baca; mengajar) dengan biasa-biasa saja ataupun dengan keinginan yang sempurna dalam menyusun strategi, maka kita tetap akan menghasilkan anak didik yang baik. Karena sesunggunya sedikit banyak kita telah berikhtia dalam menggandeng mereka sekuat tenaga untuk melangkah dalam hal-hal yang bermanfaat.
Rasa adalah anugerah. Rasa itu tak kasat mata. Rasa itu halus. Rasa itu kuat yang terkadang lebih kuat dari tenaga manusia. Rasa itu bisa membangun tinggi harapan. Sebaliknya, rasa mampu memporak-porandakan bangunan yang kokoh sekalipun. Dahsyat bukan?
Tentang rasa yang tidak semua orang bisa membacanya, dan pasti selalu hadir dalam benak setiap diam maupun gerak kita, dalam langkah kecil atau lari kita, dalam gelap maupun terangnya cahaya. Walaupun kita tak pernah mengharap kehadirannya sekalipun. Lalu bagaimana menyikapi rasa yang tidak melulu menyenangkan? pahit, getir, asam, atau apalah sebutannya yang muncul dengan tiba-tiba atau sudah lama hinggap.
Marilah kita berlindung kepada Dzat yang membolak-balikkan hati. Agar kita selalu diberi perisai dari rasa tidak baik yang hadir karena ego kita sendiri. Sehingga kita senantiasa menjadi pendidik yang baik, dzohir dan batin. Bukankan menjadi pendidik ( baca: guru) itu menyenangkan? Seperti yang tertuang dalam sebuah hadits, “ Sesungguhnya Allah, para malaikat, dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkan kebaikan kepada manusia.” ( HR Tirmidzi)
Namun terkadang kita lalai untuk bersyukur atas takdir yang Allah berikan kepada kita, yakni menjadi seorang pendidik. Sehingga aktivitas kita berjalan mengalir begitu saja.
Dengan mengharap Rahmat Allah, marilah kita saling menguatkan genggaman tangan dan saling bersinergi, hilangkan segala ego, hilangkan segala kesemrawutan yang mungkin akan hilir mudik dalam hati kita, sehingga mengurangi keikhlasan kita dalam membersamai generasi-generasi yang sholih.
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.
Wallahua’lam bishshawab.