PENDAHULUAN
Pemahaman terhadap lingkungan tidak sekedar berlaku pada masyarakat kota namun pada masyarakat desa pula, banyak pula masyarakat yang mengolah ulang limbah-limbah rumah tangga yakni sampah non-organik akan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis, inilah yang terjadi pada masyarakat desa Trawas, Kabupaten Mojokerto yang membuat program Bank Sampah, partisipasi masyarakat cukup tinggi, namun memang tidak sedikit pula masyarakat yang acuh tak acuh terhadap program yang digagas Ketua RW 03 melalui organisasi lingkungan hidup. Minimnya kesadaran masyarakat terhadap lingkunan yang memang lebih menekankan nilai budaya lokal menjadi panutan sebagian masyarakat desa. Maka dari itu perlu adanya membuka kesadaran bagi setiap masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan, yang nantinya hal tersebut mampu memberikan dampak jangka panjang terhadap generasi-generasi yang akan datang.
Hal tersebut tidak luput dari adanya budaya patriarki yang telah mendarah-daging pada masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan, tentunya dominasi laki-laki terhadap perempuan juga tinggi sehingga peran perempuan dalam ruang publik terbatasi. Dimulai dengan munculnya gerakan feminism liberal yang mengajukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan, yaitu menghentikan marginalisasi perempuan dengan memperjuangkan perubahan hukum dan peraturan yang memungkinkan bagi perempuan untuk memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap pekerjaan dan imbalan ekonomi.(Mansour:2009)
Banyak perempuan desa yang tidak menyadari bahwa mereka mengalami penindasan dari kaum laki-laki, terbukti dari tingginya aktivitas rumah tangga yang dilimpahkan pada kaum perempuan membuat dirinya tereksploitasi dalam rumah tangga. Setelah menjalani kegiatan di sektor publik lalu menapaki kegiatan pada sektor domestik. Apakah semua peran rumah tangga dibebankan pada perempuan? dalam budaya patriarki tentunya iya, namun berbeda dalam kehidupan bermasyarakat, pastilah ditentukan pada masing-masing peran yang dilakoninya.
Munculnya program bank sampah yang merupakan sebagai pemberdayaan terhadap masyarakat Desa Trawas RW 03, secara tidak langsung program tersebut ditujukan pada kaum perempuan walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa program tersebut ditujukan pula pada kaum laki-laki. Perempuan desa yang sebagaian besar menjadi seorang ibu rumah tangga merupakan sasaran utama, karena ibu rumah tangga yang memiliki aktivitas terhadap kegiatan rumah tangga terkait memasak, mencuci pakaian, merawat anak. dll. tentunya sebagaian besar limbah rumah tangga dihasilkan oleh aktivitas ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Program ini tentunya akan membuat pihak-pihak terkait sadar akan keadaan lingkungan yang mereka singgahi, keikutsertaan perempuan dalam hal ini juga membawa dampak positif terkait penyetoran sampah non-organik tentu tidak ada ruginya bagi ibu rumah tangga, dan hal tersebut mampu mendukung ekosistem yang ada dan pula nantinya sampah-sampah non-organik mampu diolah kembali menjadi pernak-pernik maupun dijual. Sedangkan sampah organik tidak menjadi kendala yang berarti.
Kegiatan tersebut mampu menjadi sektor publik perempuan, sehingga perempuan merasa tidak terbatasi oleh budaya patriarki yang telah ada, tidak hanya kebebasan yang didapat adapun kegiatan-kegiatan lainnya seperti lomba-lomba yang diselenggarakan oleh sebagaian besar kaum perempuan, walaupun ada kaum laki-laki yang berpartisipasi hal ini tidak menjadi masalah antar gender. Pemberdayaan yang diadakan membawa perubahan kecil terhadap peran laki-laki dan perempuan, sehingga masyarakat peka terhadap peran ruang publik bagi perempuan, adanya kegiatan yang mendukung peran-peran perempuan terhadap kepedulian lingkungan yang nantinya akan memberikan dampak terhadap ekosistem. Perempuan yang lebih aktif dalam kegiatan rumah tangga dan mereka aktif pula pada kegiatan lingkungan, hal tersebut menjadi seimbang antara limbah yang dihasilkan pada kegiatan rumah tangga dan tanggung jawab mengurangi dampak lingkungan seperti pemilahan dan penyetoran sampah yang dilakukan
Penelitian ini menggunakan konsep model pemberdayaan bottom-up. Dilihat dari proses dan mekanismenya perumusan program pembangunan masyarakat,pendektan pemberdayaan cenderung menggunakan alur dari bawah ke atas. Dalam hal ini perumusan program yang akan dilaksanakan ditentukan oleh identifikasi masalah dan kebutuhan dari dan oleh masyrakat sendiri. Sehubungan dengan hal ini proses dan mekanisme perumusan program pembangunan masyarakat dapat melalui dua kemungkinan. Pertama, identifikasi masalah dan kebutuhan dari masyarakat tersebut kemudian direspon oleh masyarakat yang bersangkutan dalam bentuk program pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian melalui mekanisme jenis yang pertama ini dapat dikatakan bahwa proses pembangunan masyarakat berasal dari, oleh dan untuk masyarakat. Dilihat dari pemikiran yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan, sebetulnya model ini yang paling ideal karena menggambarkan kapasitas masyarakat dalam mengelola masa depannya. Model ini juga terjadi melalui proses belajar sambil menyesuaikan dinamika kehidupan dan lingkungan yang berkembang. Dengan demikian proses ini lebih teruji. Disamping itu, melalui proses ini terbentuk pola tindakan bersama yang melembaga dan masyarakat juga dapat memperoleh pengetahuan serta kearifan lokal. Yang kedua, identifikasi masalah dan kebutuhan dari bawah ini kemudian diakomodasi oleh pemerintah baik daerah maupun pusat dalam hal ini dinas-dinas terkait, untuk dimasukan sebagai mata program dalam perencanaan pembangunan.(Soetomo:2011)
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik menjadi rumusan masalah yakni: Bagaimana model pemberdayaan perempuan melalui program Bank Sampah di Desa Trawas Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengidentifikasi model pemberdayaan perempuan melalui progam Bank Sampah di Desa Trawas Kabupaten Mojokerto
METODE
Penelitian ini secara metodologi menggunakan model penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy, 2009:6). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan PRA menekankan bahwa masyarakat sasaran memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol bahkan mengubah program yang telah dikeluarkan oleh para perencana pembangunan.
Penelitian ini akan dilaksanakan setelah proposal pengajuan penelitian ini disetujuai. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Desa Trawas RW3. Alasan mengapa peneliti memilih RW 3 karena tempat kegiatan bank sampah ini terletak di RW 3 dan nasabah yang paling banyak terdapat di RW 3. Selama penelitian tercatat 4 kali peneliti berkunjung ke Desa Trawas. Setiap berkunjung kurang lebih 6 jam peneliti menghabiskan waktu di lokasi penelitian untuk melakukan wawancara. Pada kunjungan pertama, peneliti mendatangi rumah Bapak Sisyantoko sebagai pendiri LSM Wi-Hasta dan penggagas program Bank Sampah di Desa Trawas RW 3.Kunjungan kedua, di basecamp LSM Wi-Hasta yakni LSM pendamping Bank Sampah Bersehri. Kunjungan ketiga, peneliti melakukan wawancara di rumah ibu Indah. Disini peneliti mewawancari pengurus dan nasabah dari Bank Sampah. Kunjungan ke empat berada dirumah mas Trimul untuk pengambilan data.
Subyek dalam penelitian ini adalah sesuai dengan pokok permasalahan, yaitu Masyarakat Desa Trawas. Pencarian Subjek penelitian menggunkan teknik snowball atau dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya. Dalam penelitian kualitatif, snowball adalah salah satu metode yang paling umum digunakan. Melalui teknik snowbal subjek atau sampel dipilih berdasarkan rekomendasi orang ke orang yang sesuai dengan penelitian dan adekuat unutk diwawancarai. Pertama tim peneliti akan mencari key-informan. Informan kunci disini adalah ketua RW 3 Desa Trawas sebagai penggagas program Bank Sampah di Desa tersebut. Kemudian peneliti akan meminta rekomendasi informan selanjutnya untuk dapat dimintai informansi mengenai pertisipasi masyarakat terkait adanya program Bank Sampah di Desa Trawas tersebut. Hasil sementara dari rekomendasi oleh Ketua RW 3 Desa Trawas untuk informan selanjutnya adalah Mas Trimul selaku ketua We-Hasta LSM pendamping dari program Bank Sampah, selanjutnya Pengurus Program Bank Sampah dan Nasabah Bank Sampah.
Berdasarkan analisis model Miles dan Huberman, analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, display atau penyajian data dan mengambil kesimpulan lalu diverifikasi. Sugiyono (2010: 63) menyatakan pada penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta wawancara mendalam dan dokumnetasi. Mengacu pada pengertian tersebut, peneliti mengartikan teknik pengumpulan data sebagau suatu cara untuk memperoleh data melalui beberapa langkah atau tahapan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Pertama, peneliti akan melakukan observasi terlebih dahulu yakni dengan berkunjung ke desa Trawas dan melihat aktifitas yang berkaitan dengan program bank sampah yang ada di desa tersebut. Dalam kegiatan observasi ini, peneliti mencari informan kunci untuk dapat diwawancarai dan memberikan rekomendasi untuk calon informan selanjutnya.
Kedua, setelah melakukan observasi peneliti menyusun daftar pertanyaan sebagai bahan rujukan untuk proses wawancara. Wawancara akan dilakukan secara in-dept dengan cara door to door atau mengunjungi setiap informan yang sudah ditentukan dan sudah direkomendasikan oleh key-informan sebagai informan selanjutnya agar data yang didapat akurat. Wawancara juga dilakukan pada saat kegiatan transaksi nasabah di Bank Sampah. Pada saat wawancara peneliti menggunakan bantuan alat perekam agar memudahkan peneliti dalam merekap data yang didapat selama wawancara. Dalam proses observasi dan wawancara peneliti juga tidak lupa untuk mendokumentasikan hasil dari observasi dan wawancara tersebut, baik dalam bentuk gambar, video atau rekaman suara. Hal ini sangat dibutuhkan oleh peneliti untuk mendukung data – data yang didapat selama melakukan penelitian. Untuk data sekunder peneliti menggunakan data Nasabah Bank Sampah dan data jumlah penduduk per kepala keluarga RW 3 Desa Trawas serta data – data yang terkait dengan program Bank Sampah seperti slide show tentang Sistem Bank Sampah.
Tiga tahap analisis, penjelasan sebagai berikut: Pertama, reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seorang peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, apabila peneliti mampu menerapkan metode observasi, wawancara atau dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan subjek yang diteliti (Iskandar, 2010:223).
Kedua, display atau penyajian data. Data yang telah diperoleh tidak langsung dipaparkan secara keseluruhan namun harus dipilah-pilah sesuai dengan kebutuhan fokus penelitian. Peneliti dapat melakukan penyajian data penelitian agar dapat dianalisis dengan cara menyusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan dan menjawab masalah yang diteliti. Hasil data penelitian tersebut dituangkan kedalam field note, kemudian peneliti memilih atau mengedit data yang berkaitan dengan fokus penelitian dalam bentuk temuan data.
Ketiga, mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data dan display data sehingga data dapat disimpulkan.Selanjutnya, ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan metode triangulasi. Metode ini dapat ditempuh dengan beberapa langkah, yaitu: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dan tahap terakhir setelah tahap-tahap tersebut adalah tahap penafsiran data yaitu mengkritisi teori dari data yang ada sesuai dengan tinjauan teori yang telah diberikan (Lexy, 2006:330).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berangkat dari model pembangunan Bottom-up yang sejatinya merupakan pembangunan yang bersifat partisipasi masyarakat terkait perencanaan-perencanaan yang telah diusulkan oleh beberapa pihak demi membangun dan mengembangkan apa yang menjadi sebuah kebutuhan masyarakat. Bank Sampah yang telah menjadi pemberdayaan pertama dan telah dilakukan oleh masyarakat Desa Trawas yang berkaitan dengan partisipasi warga untuk mengurangi jumlah sampah yang dianggap merusak lingkungan. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat bahwa dengan adanya kegiatan tersebut timbul beberapa kreatifitas masyarakat. dengan membangun mental dan pastisipasi tentunya, hal ini diharapkan mampu membuka dan menjadi modal untuk pembangunan.
Dengan proses belajar yang lebih terbuka membuat masyarakat tidak menutup mata terkait apa yang dibutuhkan dan apa yang menjadi keinginan bersama. Partisipasi tidak mengikat semua masyarakat dan mencoba untuk meningkatkan kesetaraan antar gender pada masyarakt desa. Sehingga lebih leluasa untuk menyampaikan usulan-usulan baru yang memang menjadi sebuah potensi bersama. Program Bank Sampah memang tidak bias gender namun pada kenyataannya lebih diutamakan pada partisipasi perempuan desa yang sebagian besar menjadi ibu rumah tangga, yang bekerja penuh pada sektor domestik. Berawal dari sosialisasi pertama program tersebut yang ikut dalam kegiatan ibu-ibu PKK, hal ini membuat dan membentuk bahwa program tersebut menjadi sebuah program pemberdayaan perempuan.
Limbah rumah tangga sebagai besar dihasilkan karena kegiatan dari sektor domestik. Terbukti dengan adanya sampah-sampah organik maupun anorganik yang dihasilnya, mulai dari sampah plastik, kertas, maupun sampah dari hasil olahan makanan. Dengan adanya Bank Sampah maka mereka lebih diperuntukkan untuk memahami lingkungan, sehingga mereka memiliki kegiatan lain yakni memilih sampah yang mampu didaur ulang maupun yang bisa menjadi sebuah keuntungan. Bank Sampah diadakan juga bukan karena faktor sampah pula, ada juga karena faktor tidak adanya peran perangkat desa mengatasi masalah sampah yang dihasilkan sehingga timbulah kegiatan tersebut dan didampingi oleh LSM yang bergerak pada bidang lingkungan yakni We-Hasta.
Setelah berjalan cukup lama, timbulah potensi-potensi lainnya yang memacu masyarakat untuk berkembang, selain mengurangi sampah adapula yang mengolah maupun menjual untuk mendapatkan keuntungan, hal ini juga sebagai hasil pembangunan dari Program Bank Sampah yang telah ada. Muncul ide-ide kreatif dari masyarakat, namun sayang hal tersebut juga tidak didukung beberapa masyarakat terkait minimnya modal yang dimiliki, namun hal tersebut tidak menyurutkan potensi beberapa warga yang ingin membangun kembali dari hasil selama mengikuti kegiatan Bank Sampah tersebut, yakni mengolah beberapa sampah plastik maupun kertas menjadi sebuah kerajinan tangan seperti membuat Baju-baju dari bahan sampah anorganik. Dengan menyebut Trashion mereka mampu mengubah limbah menjadi keuntungan yang mampu menarik beberapa minat masyarakat lainnya untuk ikut berkecimpung dan tidak membatasi minat warga lainnya. Memang hal tersebut menjadi wajar ketika yang memiliki ide-ide kreatif tersebut didominasi oleh perempuan yang sejatinya lebih berperan aktif dalam kegiatan Bank Sampah. Dan secara langsung bahwa hal itu membuktikan adanya bias gender terhadap objek pemberdayaan yang dilakukan.
Melihat konteks tersebut, tentunya pembangunan lebih diarahkan kepada para perempuan yang kurang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, melalui identifikasi yang awalnya penglolaan sampah belum sepenuhnya terkendali sehingga memunculkan ide Bank Sampah dan membuka ide-ide kreatif lainnya. Dukungan dari pemerintah pun masih kurang, namun tidak jarang pula CSR masuk demi menunjang kegiatan tersebut, seperti Unilever membantu memberi modal yang berupa buku tabungan Bank Sampah.
Permasalah dalam masyarakat sendiri menjadi sebuah kendala yang harus dihadapi, untuk menemukan solusi bersama, dengan kebutuhan yang sama akan menjadi mudah apabila penggalian potensi didukung oleh pihak-pihak yang memiliki modal besar. Rancangan-rancangan kedepan juga ditentukan soal perealisasi agar mampu membangun potensi yang ada. Dengan kondisi geografis yang mendukung, tentunya menjadi aset utama dan sebagian wilayah didominasi oleh persawahan akan lebih baik bila membuat sebuah pengolahan sampah organik, yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Perlunya komposter yang merupakan alat pengubah sampah organik menjadi sebuah pupuk yang alangkah baiknya bisa digunakan bersama, untuk membantu aktivitas pertumbuhan lingkungan hidup yang ada, maupun taman-taman kecil yang dimiliki oleh warga mampu didesain menjadi desa wisata untuk meningkatkan pendapatan maupun menunjang kebutuhan baik dalam proses memberikan gambaran melek linkungan tidak sekedar berupa mengurangi sampah anorganik. Sebagai bagian sampah organik maupun anorganik mampu mendatangkan sebuah ide-ide kreatif terkait sebagai sumber pembangunan bottom-up.
Berdasarkan analisi diatas, dapat disimpulkan menjadi kategori-kategori sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan masyarakat
Dalam identifikasi masalah ditemukan permasalah sampah yang sulit untuk dikendalikan, masalah sampah ini berkaitan dengan budaya membuang sampah sembarang seperti di sungai yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Trawas. Melihat hal ini, kemudian masyarakat membutuhkan solusi yang dapat mengelola sampah mereka agar dapat meminimalisir dari kebiasaan membuang sampah di sungai. Solusi pertama yang ditawarkan adalah mencari tukang sampah keliling untuk mengambil sampah rumah tangga setiap hari yang kemudian di buang di tempat pembuangan sampah terakhir. Solusi ini kemudian tidak dapat direalisasikan karena di Desa Trawas tidak terdapat tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Solusi yang kedua adalah pembentukan program Bank Sampah yang digagas oleh ketua RW 03. Program Bank Sampah ini kemudian menjadi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan untuk solusi permasalah sampah.
Dalam menjalankan program Bank Sampah, rekrutment ditujukan pada perempuan yakni ibu-ibu Desa Trawas yang didampingi oleh LSM Wi-Hasta. LSM Wi-Hasta sebagai pendamping program Bank Sampah bertugas untuk mensosialisasikan program Bank Sampah kepada masyarakat, kemudia melakukan training atau pelatihan simulasi berjalannya Bank Sampah pada saat transaksi sampai rekapitulasi. Dari program Bank Sampah ini kemudian muncul potensi-potensi berupa baru yang dapat dikembangkan dengan menfaatkan sampah yang telah dikumpulkan oleh masyarakat dan di setor di Bank Sampah. Ide-ide kreatif tersebut adalah pengelolaan sampah anorganik menjadi kerajinan tangan seperti tudung saji, tas dan hiasaan dinding. Tidak hanya sebagai kerajinan tangan, namun sampah-sampah anorganik tersebut dapat menghasilkan produk yang lain yakni Trashion (Trash and Fashion). Trashion ini adalah kostum yang dapat digunakan pada acara-acara teertentu seperti festifal, pawai kebudayaan atau acara lainnya.
2. Model Pemberdayaan Perempuan Melalui Pengembangan Produk Trashion
Berawal dari masalah sampah yang terjadi di Desa Trawas, dibentuklah program Bank Sampah sebagai solusi permasalahan sampah. Selama program ini berlangsung muncul ide kreatif dari pengurus dan nasabah bank sampah untuk mengelola sampah menjadi produk yang bernilai ekonomis dengan kemasan yang menarik selain menjual sampah anorganik kepada pengepul. Kemudian, munculah Trashion sebagai produk baru yang mulai banyak pemintanya. Trashion adalah kostum dengan bahan dasar sampah anorganik atau sampah daur ulang yang didesaign sesuai dengan tema yang di pesan oleh pelanggan untuk kebutuhan acara tertentu. Trashion mulai dilirik oleh para penyelenggara acara seperti parade budaya, festival, atau perhelatan akbar lainnya. Melihat mulai banyaknya peminat, Trashion mulai dikembangkan oleh perempuan-perempuan pengurus dan nasabah bank sampah dengan bekerja sama dengan para pemuda dan pemudi untuk dilibatkan ide dan tenaga dalam membuat produk. Trashion sebagai produk baru hasil dari program bank sampah sebagai model pemberdayaan perempuan di Desa Trawas diharapkan mampu meningkatkan kemandirian perempuan dalam beraksi dilingkungan sekitar dan dapat melakukan kegiatan yang produktif. Hal ini sebabkan, para pengurus dan nasabah bank sampah sebagaian besar adalah ibu rumah tangga yang hanya mengandalkan pengahasilan dari suami untuk pemenuhan kebutuhan.
PENUTUP
Dalam penelitian yang dilakukan di Desa Trawas mengenai model pemberdayaan perempuan melalui program Bank Sampah, hasil yang didapat adalah pertama, masalah yang terjadi di Desa Trawas yakni masalah sampah dengan budaya membuang sampah di sungai dan pekerangan belakang rumah yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya jasa pengakutan sampah keliling dan tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di Desa Trawas. Permasalah ini kemudian memunculkan ide untuk membentuk program Bank Sampah sebagai salah satu solusi dalam mengatasi masalah sampah. Program Bank Sampah ini lebih ditujukan pada pemberdayaan perempuan Desa Trawas yang sebagian besar tidak mempunyai pekerjaan dalam artian sebagai ibu rumah tangga, sehingga perempuan mempunyai aktifitas yang produkrtif. Kedua, muncul model pemberdayaan dengan pengembangan produk dari olahan sampah anorganik yang telah dikumpulkan di Bank Sampah menjadi Trashion. Trashion merupakan produk hasil olahan sampah anorganik yang didesain menjadi kostum untuk acara tertentu. Pengembangan produk yang dihasilkan dari Bank Sampah menjadi model pemberdayaan perempuan Desa Trawas yang dapat menunjang kemandirian dan kreatifitas serta membuat perempuan lebih melek lingkungan. Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, terdapat saran yang ditujukan kepada masyarakat Desa Trawasa khususnya perempuan pengurus dan nasabah Program Bank Sampah, serta LSM Wi-Hasta dan Pemerintah Desa. Berikut adalah saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan model pemberdayaan perempuan Desa Trawas :
1. Untuk Pengurus dan Nasabah Bank Sampah Desa Trawas RW 03
Dalam pengembangan produk yang dihasilkan oleh program bank sampah seperti produk Trashion sebaiknya lebih memperhatikan kualitas produk dan mengembangan desain yang lebih bervariatif.
2. Untuk LSM Wi-Hasta
Sebagai LSM pendamping lebih berperan pada pembuka jalan untuk mempromosikan produk dari hasil pemberdayaan melalui program Bank Sampah, salah satunya yakni produk Trashion, serta memberikan pelatihan kepada pengurus dan nasabah Bank Sampah untuk mengembangkan kreatiftasnya dan melatih kemandirian dalam mengelola suatu produk.
3. Untuk Pemerintah Desa
saran untuk pemerintah desa adalah untuk lebih memperhatikan kebutuhan desa dan ikut berpartisipasi serta mendukung kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan khususnya pada pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh RW 03 melalui program bank sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta : InsistPress.
Hastuti dan Dyah Restapati. 2009. “Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Berbasis Pemanfaatan Sumberdaya Pedesaan Upaya Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan (Studi di Lereng Merapi Daerah Istimewa Jogyakarta)”. Jogyakarta : Universitas Negeri Jogyakarta
Lilly Rochaya. 2005. Model Pemberdayaan Perempuan Melalui Pendidikan Keterampilan Kewirausahaan Dengan Bimbingan Dalam Pengembangan Kerajinan Tangan Payette Pada Majelis Ta’lim Perempuan Parung-Bogor. Jurnal : Anggota Organisasi Wanita Islam Internasional.
Moleong, Lexi J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosadakarya.
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Mungkinkah Muncul Antitesisnya?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta.