September 20, 2024 07:05

INSISI DI SISI KITA ... "FENOMANIA"
June 21, 2024

Penulis :

ARIF SUYUTI
Unit/jenjang SMAIT

 INSISI DI SISI KITA

FENOMANIA

Ketika kita menyimak apa yang terjadi di banyak forum masyarakat saat ini, atau dalam percakapan mereka di media sosial, kita dapati sebagian besar percakapan mereka tentang urusan dunia. Mereka memiliki segudang pengalaman dan data base informasi yang masyaalloh banyaknya, lihainya berbicara perihal statistik dengan angka-angka yang presisi tentang banyak fenomena, tetapi di saat yang sama kita mendapati orang yang sama, dia tidak mengetahui banyak hal tentang miskinnya dia dalam agamanya. Dia mungkin menghafal nama-nama artis dan aktor, pesepak bola, bahkan saya pernah punya teman yang hafal nama seluruh pemain liga beserta nomer kaosnya, dan posisi dilapangan, WOW … Ajib. Mereka hafal nama pesohor yang menyebut diri sebagai seniman (perusak moral), influencer medsos, politisi, dan dia sangat memahami detil berita tentang mereka, dan bahkan banyak dari nama yang dihafal bahkan bukan Muslim, jauh lebih banyak daripada yang dia ketahui tentang berita dan kisah para sahabat Nabi Muhammad SAW dan para ulama.

Yang lebih parah adalah bahwa orang-orang ini dihormati dan dihargai oleh sebagian besar umat Islam, dan mereka dianggap sebagai orang-orang yang intelektual, pemikir, budayawam, dan motivator dll. Tidakkah tepat kiranya jika kita mengatakan bahwa ada sebuah frase yang cocok dari ayat suci al-qur’an bahwa mereka hanya mengetahui hal-hal lahiriah dari kehidupan dunia, dan mereka lalai dari akhirat?

Mungkin anda juga pernah mendengar ungkapan, “ayo silahkan tanya saya apa saja, aku akan menjelaskan padamu sampai akarnya”, karena ke PD an mereka tentang referensi dunia kerja”. Tapi segera setelah itu kita mendapati diri kita kecewa setelah melihat cara thaharoh mereka, posisi sholat mereka ada di shof mana dan bagaimana mereka sangat tidak perhatian dengan cara sholat mereka.

Belum lagi suluk mereka dalam bermu’amalah antara lawan jenis, sungguh memprihatinkan, namun di saat yang sama mereka bahkan sudah hilang ingatan dari rasa risih mereka. Wallohul musta’an

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang berilmu tentang dunia tetapi bodoh tentang akhirat.” (Shahih Al-Jami’)

Dalam hadits lain: “Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang kasar, sombong, berisik di pasar, bangkai di malam hari, keledai di siang hari, berilmu tentang dunia, bodoh tentang akhirat.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Hurairah)

Maka kepada kaum inilah Allah SWT berfirman:

﴿ يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الأخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ ﴾ [الروم: 7].

“Mereka mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia; sedangkan mereka tentang akhirat adalah lalai.” (Ar-Rum: 7)

Penggunaan kata indefinitif “lahir” menunjukkan bahwa mereka hanya mengetahui satu sisi lahiriah dari berbagai sisi kehidupan dunia.

Orang-orang ini tidak mengetahui hakikat dan akibat dari segala sesuatu. Mereka hanya mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia, melihat sebab-sebab, dan yakin akan terjadinya sesuatu jika mereka melihat sebab-sebabnya. Mereka juga yakin tidak terjadinya sesuatu jika mereka tidak melihat sebab-sebab (cause-effect). Mereka terhenti pada fenomena tanpa melihat kepada yang mengatur fenomena tersebut.

Mereka melihat dalam kehidupan mereka yang terbatas, sedangkan kehidupan ini hanya sebagian kecil dari perwujudan maha besar, yang diatur oleh hukum dan aturan yang tersembunyi dalam setiap entitas perwujudan dan komponen-komponennya

Orang yang hatinya tidak terhubung dengan kesadaran akan keberadaan ini, dan tidak terhubung dengan hukum dan aturan yang mengaturnya, akan terus melihat seolah-olah mata dia tidak melihat, namun hanya melihat bentuk lahiriah dan gerakan yang tampak, tetapi tidak memahami hikmahnya. Dia tidak hidup dengannya dan bersamanya. Kebanyakan orang seperti itu.

Iman yang benar yang menghubungkan lahiriah kehidupan dengan rahasia wujud kehidupan, yang memberikan pengetahuan dengan jiwa yang memahami rahasia. Orang-orang yang memiliki iman seperti ini sangat sedikit di antara manusia, sehingga sebagian besar tetap tertutup dari pengetahuan hakiki.

Masalah terbesar dari sebagian besar umat Islam adalah ketidakpahaman mereka tentang realitas kehidupan, dan penerapan manhaj ilahiyah sebagaimana yang datang dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW.

Kita memiliki contoh dari Dzulkarnain dalam memahami realitas kehidupan dan menerapkan kurikulum ilahiyah dalam menggunakan realitas ini:

﴿ وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا * إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا ﴾ [الكهف: 83، 84].

“Mereka akan bertanya kepadamu tentang Dzulkarnain. Katakanlah: ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.’ Sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” (Al-Kahfi: 83-84)

Perhatikan perkataannya tentang apa yang dia lakukan:

﴿ قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا ﴾ [الكهف: 98].

 “Ini adalah rahmat dari Tuhanku; maka apabila janji Tuhanku datang, Dia akan menjadikannya hancur; dan janji Tuhanku adalah benar.” (Al-Kahfi: 98)

Kita juga bisa mengambil pelajaran dari kisah Khidr bersama Musa AS dalam Surah Al-Kahfi, yang menghubungkan realitas dengan hal-hal di balik sebab-sebab lahiriah. Lihatlah perkataannya: “Dan aku tidak melakukannya menurut kemauanku sendiri. Demikianlah itu adalah penjelasan dari apa yang kamu tidak dapat bersabar atasnya.” (Al-Kahfi: 82)

Wahai Muslim, banyak yang harus kita lakukan dalam berurusan dengan ujian ini. Jadilah cahaya yang berjalan di antara mereka.

Apakah Anda tidak mendengar firman Tuhan Anda: “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa perumpamaannya dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)

Lantas bagaimana merespon mereka yang disebut “mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia; sedangkan mereka tentang akhirat adalah lalai” (Ar-Rum: 7), terutama dalam forum diskusi mereka yang memenuhi langit dan cakrawala medsos?

Kita harus berusaha memanfaatkan media sosial dengan berpartisipasi bersama orang lain, dan mengarahkan mereka untuk berbicara tentang hal-hal yang bermanfaat, daripada terjebak dalam percakapan yang tidak berguna dan tidak bermanfaat. Kita harus mengaitkan fenomena sosial dan manusia dengan aturan-aturan Allah dan hukum syariah. Ketika mereka berbicara tentang kemewahan dan kekayaan, kita harus menanggapi dengan menjelaskan kedudukan dunia dibandingkan akhirat, dan kecilnya nikmatnya. Kita harus menjelaskan akibat dari kemewahan dan pengaruhnya terhadap manusia. Ketika percakapan beralih pada masalah sosial, atau bencana dan musibah, kita harus menjelaskan penyebab fenomena ini dan interpretasinya melalui aturan-aturan Allah. Demikianlah caranya.

Namun untuk Ini kita membutuhkan kebijaksanaan, pengetahuan, dan keahlian dalam berurusan dengan mereka. Kita harus menuntun mereka ke jalan hidayah dan cahaya kebenaran.

Kita memiliki teladan yang baik dalam diri Rasulullah SAW.

Anas bin Malik RA meriwayatkan: “Ada seorang anak Yahudi yang melayani Nabi SAW, dia sakit. Nabi SAW datang menjenguknya, duduk di dekat kepalanya, dan berkata kepadanya: ‘Masuk Islamlah.’ Anak itu melihat kepada ayahnya yang ada di sampingnya, dan ayahnya berkata: ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi SAW).’ Maka anak itu masuk Islam. Nabi SAW keluar seraya berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang menyelamatkannya dari api neraka.'” (HR Bukhari)

 

Mengapa? Bagaimana?

Selebihnya lengkapi sendir!        
where are you belong bro?

TAGS

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Terkini

September 19, 2024

Populer