Mencintai Nabi Muhammad ﷺ merupakan bagian penting dari keimanan seorang Muslim. Namun, mencintai Nabi tentu tidak cukup hanya mengucapkan kecintaan dengan lisan tanpa ada bukti tindakan. Dalam Kitab “Asy-Syifa Bita’riifi Huquuqil Mushthafa” Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata, “Ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata).
Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu memberikan contoh bagaimana membuktikan rasa cintanya, suatu ketika, setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik mengunjungi masjid di kota Madinah. Pada saat itu, dia memperhatikan dengan cermat tempat-tempat di mana Rasulullah biasa berdiri dan melaksanakan salat. Dengan penuh hormat dan kecintaan, Anas bin Malik selalu berusaha untuk salat di tempat yang sama di mana Nabi Muhammad pernah salat.
Bagi sahabat Anas bin malik , shalat di tempat yang sama di mana Nabi pernah salat bukan hanya sebuah kenangan, tetapi juga cara untuk merasakan kedekatan spiritual dengan Nabi. Dia merasakan bahwa dengan meniru kebiasaan Nabi dalam beribadah, dia dapat lebih dekat dengan Allah dan mengikuti jalan yang diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw.
Bagi sahabat Anas bin malik, berusaha meniru Nabi dalam hal ibadah memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Salat bukan hanya sekadar ritual formal, tetapi juga momen untuk memperdalam hubungan dengan Allah, serta mengikuti teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad. Dengan berusaha melaksanakan ibadah di tempat yang sama di mana Nabi pernah berdiri, Anas bin Malik merasa bahwa dia bisa merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan keberkahan yang lebih mendalam dalam ibadahnya. Sekaligus mencerminkan betapa besar rasa cinta dan penghormatan sahabat Anas bin malik kepada Nabi Saw.