MAKNA DAN KONSEP MAKSUM DALAM ISLAM
Istilah maksum menjadi sifat para nabi yang terjaga dari kesalahan dalam menyampaikan agama. Mereka juga terjaga dari dosa-dosa besar. Para Nabi memang terkadang mengalami dosa kecil berupa lupa atau keliru. Hanya, Allah SWT meluruskan mereka jika mereka berbuat kesalahan.
Kemaksuman menjadi bentuk keterjagaan para nabi dan rasul dari kesalahan dan dosa ketika menerima wahyu dan menyampaikan wahyu. Dengan demikian, nabi dan rasul bisa menyampaikan semua wahyu dengan jujur tanpa ada yang disembunyikan. Nabi dan rasul diberikan hafalan yang sangat kuat. Ketika menerima wahyu, mereka hafal kecuali Allah menghapus ingatan mereka.
Beberapa ulama mengungkapkan jika Nabi SAW langsung ditegur Allah SWT manakala perilakunya harus diluruskan. Kisah tentang Abdullah Ibnu Ummi Maktum dalam surah Abasa menunjukkan bagaimana Nabi SAW mendapat evaluasi dari Allah SWT melalui malaikat-Nya. Imam Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya jika suatu hari, Rasulullah SAW berbicara dengan seorang pembesar Quraisy yang sangat diinginkan Nabi SAW untuk masuk Islam. Di tengah perbincangan tersebut, datang Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta, tetapi sudah masuk Islam sejak lama.
Ibnu Ummi Maktum hendak bertanya kepada Rasulullah SAW tentang sesuatu pertanyaan yang mendesak. Nabi SAW ketika itu menginginkan andai kata Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya. Dengan demikian, Nabi SAW bisa berbicara dengan tamunya dari Quraisy. Karena itu, Nabi SAW bermuka masam ke pada Ummi Maktum dan memalingkan wajahnya serta hanya melayani tamu dari Quraisy itu. Nabi SAW lantas mendapat wahyu berupa peringatan atas sikapnya kepada Ummi Maktum.
“Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (de mikian)! Sesungguhnya, ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia mem perhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disu cikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti.”