fiqih muamalah dalam mazhab Syafi’i mencakup berbagai topik transaksi yang diatur dalam Islam, seperti jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan kerja sama bisnis. Berikut adalah beberapa prinsip dasar yang diambil dari berbagai kitab klasik Syafi’iyah seperti Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i, Mughni al-Muhtaj karya Khatib asy-Syarbini, Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi, dan Tuhfatul Muhtaj karya Ibn Hajar al-Haitami.
1. Prinsip Dasar dalam Muamalah
– Keadilan dan Kesepakatan : Segala bentuk transaksi harus didasarkan pada keridhaan bersama (an-taradhin) tanpa ada unsur paksaan atau penipuan.
– Larangan Riba: Islam melarang praktik riba (bunga berlebih), baik riba fadhl (kelebihan dalam barang yang sama jenis) maupun riba nasi’ah (penundaan pembayaran).
– Kebolehan Hukum Asal Muamalah : Dalam prinsip Islam, hukum asal muamalah adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang melarangnya.
2. Jual Beli (Bai’)
– Syarat-Syarat Jual Beli Sah : Kedua pihak harus berakal, transaksi dilakukan dengan sukarela, barang yang diperjualbelikan adalah halal, diketahui secara jelas, dan ada akad yang menunjukkan persetujuan.
– Larangan Penipuan (Gharar) : Jual beli barang yang tidak jelas jumlah atau kualitasnya, atau ada ketidakpastian yang signifikan, seperti ikan di kolam atau burung di udara, tidak diperbolehkan.
– Jual Beli Terlarang : Larangan menjual barang haram, jual beli dengan niat menimbun barang untuk menaikkan harga (ihtikar), dan jual beli saat adzan Jumat berkumandang.
3. Sewa-Menyewa (Ijārah)
– Objek Ijarah : Ijarah adalah akad pemanfaatan sesuatu dengan imbalan, seperti sewa rumah atau jasa kerja. Barang yang disewakan harus jelas, manfaatnya diketahui, dan dapat diberikan selama periode tertentu.
– Keberlanjutan Manfaat : Barang yang disewakan tidak boleh rusak atau habis digunakan, seperti sewa rumah atau kendaraan. Namun, tenaga kerja bisa menjadi objek sewa karena tenaga tersebut hilang setelah digunakan.
4. Pinjam Meminjam (Qardh)
– Tujuan Qardh : Meminjamkan uang atau barang dengan niat membantu tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan tambahan.
– Larangan Imbalan Lebih : Tidak boleh ada tambahan atas jumlah yang dipinjam, kecuali dalam bentuk pemberian sukarela dari pihak peminjam tanpa syarat.
5. Kerja Sama Bisnis (Syirkah)
– Jenis-Jenis Syirkah : Termasuk syirkah ‘inan (kerja sama dengan modal dan tenaga bersama), syirkah mudharabah (kerja sama antara pemodal dan pelaku usaha), dan syirkah wujuh (kerja sama berdasarkan reputasi untuk menjual barang tanpa modal).
– Pembagian Keuntungan dan Kerugian : Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, tetapi kerugian harus ditanggung sesuai dengan porsi modal yang dimiliki masing-masing pihak.
6. Salam dan Istisna’
– Salam : Jual beli barang yang dipesan dengan spesifikasi tertentu dan pembayaran di muka. Umum dalam jual beli hasil tani atau produk yang belum jadi.
– Istisna’ : Jual beli yang dilakukan untuk barang yang akan diproduksi, seperti bangunan atau barang yang dipesan secara khusus.
7. Larangan dalam Muamalah
Beberapa transaksi yang dilarang meliputi:
– Gharar (ketidakpastian) : Transaksi yang melibatkan spekulasi atau ketidakjelasan berlebihan.
– Maysir (judi) : Semua bentuk perjudian atau spekulasi yang berisiko tinggi.
– Penimbunan barang : Mengumpulkan barang untuk menimbulkan kelangkaan dan menaikkan harga dengan tujuan keuntungan.
Kesimpulan
Fiqih muamalah dalam mazhab Syafi’i sangat memperhatikan keadilan, transparansi, dan keridhaan dalam transaksi. Prinsip dasar yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW ini memberikan panduan untuk bertransaksi secara etis dan sesuai dengan syariah, melindungi hak semua pihak dan menghindari unsur kezaliman.