Desember 5, 2024 03:39

From Zero To Hero
November 20, 2024

Penulis :

Marjuki, S.Pd
Unit/jenjang SMAIT

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

sahabat iman rahimakumulloh…

Masa muda merupakan masa yang paling indah, masa yang menentukan kehidupan akhir. Seringkali jika  mengamati kondisi sekitar kita, maka akan kita dapatkan informasi yang unik tentang sebuah kesuksesan sehingga kita sering menyebutnya dengan masa keemasan.

lalu, bagaimana hal itu bisa terjadi????

Sebuah kajian lapangan memberikan data bahwa hampir 90% kesuksesan mereka berawal dari keputusan di masa mudanya.  kesuksesan harus diputuskan, dijalani prosesnya sehingga keputusan yang sudah dilakukan akan benar benar terwujud. dengan begitu sinar cemerlang kebahagiaan mulai terpancar dari sebuah perjuangan panjang.

Salah satu yang harus ada demi terwujudnya masa keemasan adalah ikatan yang kuat antara seorang yang memiliki cita-cita, orang tua dan guru. mengapa tiga orang ini menjadi sangat penting, tentu tidak lain adalah karena ketiganya adalah bagaikan pondasi atau tiang yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya.

Mari kita lihat bagaimana keberhasilan mulia berhasil diraih oleh seorang anak yang manja dan merasa bangga diri di masa kecilnya namun dengan proses panjang ia menjadi sosok yang dikenang sejarah sepanjang zaman, dialah Sultan Muhammad Al Fatih sang penakluk konstantinopel.

Muhammad kecil yang hidup dengan segala kecukupan fasilitas dan kemewahan istana membuat dirinya merasa besar, paling tinggi dan merasa tidak ada seorangpun yang berani menolak segala keinginnya, namun semua perasaan itu luluh, hancur dan musnah dengan keputusan sang ayah Sultan Murad II yang menyerahkan pendidikan sang anak pada seorang guru yang alim, abid dan ahli Quran, guru itu bernama Ahmad bin Ismail Al Qurani.

Suatu hari sang ayah berpesan kepada sang guru sambil menyerahkan sang anak, Sultan Murad II berpesan kepada sang guru : ” saya serahkan pendidikan anakku, bahkan saya berikan wewenang untuk memukulnya jika memang ia pantas dipukul” , pesan inilah yang menjadi bekal sang guru mendidik.  pesan sang ayah kemudian disampaikan kepada sang anak, maka Muhammad kecil tertawa dan menganggap remeh pesan itu, tapi sang guru memiliki sikap yang begitu hebat untuk menaklukkan perasaan angkuh muridnya.  sang guru kemudian memukul sang anak Sultan tersebut, dan dengan perlakuan itu menjadi cambukan besar bagi jiwa Muhammad kecil dan semanjak hari itu ia sangat tadzim kepada sang guru. kesempatan berharga itu dimanfaat sang guru untuk menanamkan keyakinan dalam diri Muhammad dengan pesannya ” Engkaulah orang yang disebut Rasulullah dalam hadits beliau, engkaulah pemimpin/amir terbaik itu, dan pasukanmulah pasukan  terbaik yang akan meruntuhkan kemegahan Konstantinopel”,.

Perkataan sang guru mampu memberikan kekuatan besar dalam diri Muhammad hingga ia mampu mewujudkan janji Rasulullah dan namanya akan tetap mulia hingga nanti Allah menutup peradaban bumi ini dengan hari Kiamat.

Begitu dahsyatnya keputusan orang tua, begitu hebatnya sang guru dalam mendidik dan begitu yakinnya murid dengan pesan  sang guru. semua itu menghadirkan kekuatan dahsyat dan karya bahkan prestasi yang sangat luar biasa.

 

Kisah berikut ini semoga dapat memberikan isnpirasi besar dalam  hidup sahabat sekalian. Ini adalah  kisah seorang anak muda yang memiliki cita-cita dan himmah yang tinggi, dia melakukan segala prosesnya dengan kemantapan hati sehingga harapan terbesar dalam hidupnya mulai terwujud.

Apakah cita cita terbesar itu ?

Dia adalah Muhammad bin Abi Amir, seorang yang menyewakan himar sebagai tunggangan ( ojek himar), dia hidup di masa keemasan islam yang menampakkan kebesarannya di Andalusia.

Siapa sangka sebuah karya besar lahir berawal dari cita-cita dan mimpi yang dimilikina sejak ia muda. Ia memiliki nasab yang mulai pada kakeknya yang bernama Abdul Malik Al Muafiri yang berjuang bersama Thariq bin Ziyad pada tahun 100 hijriyah. Namun keagungan nasabnya tidak serta merta menjadikan pemuda ini hidup dalam gelimang kekayaan dan pangkat, ia hidup miskin dalam sebuah pondokan berdua bersama ibunda terkasihnya, ia bekerja sebagai hammar yaitu orang yang menyewakan keledai untuk mengantarkan orang lain atau barang dagangan bahkan ia sesekali juga mengurus pertanian. Perkerjaan serabutan seperti berdagang kecil-kecilan kerap ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya. Kemiskinan yang menghimpit tidak serta merta menyiutkan nyalikan dalam bermimpi dan bercita-cita tinggi, kecintaanya pada ilmu dan kuatnya ketaqwaan kepada Alloh SWT telah membentuk karakter untuk menjadi pemuda yang disiplin, ambisius, jujur.

Suatu hari ia berkumpul bersama sahabat-sahabatnya ia nyletuk berkata : “saya suatu saat pasti akan menjadi pemimpin terbesar di negeri ini”, sontak semua kawannya tertawa karena merasa itu adalah hal yang mustahil, apalagi bagi pemuda yang  berprofesi sebagai penyewaan keledai.

Niat yang mengakar dan mimpinya senantiasa tinggi menggantung di angkasa membuat ia memutuskan untuk hijrah ke Cordoba untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan mewujudkan mimpi mulianya. Keteguhan sang bunda turut mengantarkan putranya menjemput kesuksesannya di Cordoba termasuk teman yang dahulu mengolok-oloknya juga turut mengadu nasib di kota besar itu. Hari demi hari ia lalui bahkan dengan berjalan kaki hingga waktu menghantarkannya di sebuah kota yang terkenal dengan Madinatu Az Zahro.

Mengikuti setiap majelis ilmu adalah langkah awal yang dilakukannya, sampai akhirnya ia membeli toko, bukan untuk berjualan melainkan untuk menulis sebuah ilmu dan menerima aduan masyarakat tentang permasalahan yang dialami kemudian ia mengantarkan kepada khalifah hingga sang khalifah sendiri kagum dengan sosok pemuda ini. Sang khalifah kemudian mengangkatnya sebagai seorang pendamping putra mahkota yang saat itu berusia sekitar 7 tahun dan  memang memerlukan seorang yang bisa menulis dan berilmu. 

Ia sekarang sudah masuk ke istana meskipun masih sebatas pendamping putra mahkota, iapun melaksanakan tugasnya dengan punuh ketelitian, kejelian dan integritas yang tinggi, semua pembesar istana tak hentinya memuji kecakapanya, hingga sang khalifah terbesar Cordoba Al Hakam II juga merasa kagum pada kejujuran dan kecerdasan keilmuannya bahkan selain menjadi pendamping putra mahkota, sang khalifah juga mengamanahkan padanya untuk mengurusi keuangan istana. Seluruh keuangan, zakat, infaq, shadaqoh seluruhnya berada dalam tanggung jawabnya.

Segala laporan keungan dan permasalahan pasar ditangani dengan sangat baik olehnya. Melihat keseriusan yang dimilikinya sang khalifahpun mempercayakan amanah yang lebih tinggi yakni sebagai komandan kepolisian kota khalifahan Cordoba, sampai akhirnya sang khalifah menghembuskan nafas terakhirnya dan sang putra mahkota usianya baru 12 tahun yang tentu belum siap menggantikan sang ayah, di sisi lain masyarakat saat itu sangat nyaman apabila pemimpinnya adalah keturunan quraisy, dan Muhammad bin Abi Amir bukan keturunan Quraisy.

Dalam kondisi seperti itu akhirnya diputuskan bahwa Hisyam sang putra mahkota tetap menjadi pengganti sang ayah tetapi hanya sebagai simbol negara dan tidak diperkenankan memutuskan atau memerintah apapun, sehingga harus ada pendamping yang membantunya mengatur negeri. Saat itu ada 3 kandidat terbesarnya yakni Jafar Al Mushafi sang perdana menteri di era Khalifah Al Hakam II, komandan militer untuk wilayah perbatasan dan yang ketiga adalah Muhammad bin Abi Amir.

Setelah melalui proses panjang akhirnya pilihan sebagai pendamping khalifah yang baru jatuh pada Muhammad bin Abi Amir yang berfungsi sebagai al hajib atau perdana menteri. Menjadi perdana menteri, Al Hajibu Al Mansur menjalankan amanah kekhalifahan dengan sangat baik hingga seluruh rakyat Andalusia mengelu-elukan namanya berkat kegigihan dan profesionalitas kinerjanya yang membanggakan. Permasalahan pasar, administrasi negara dan pejabat negara yang tidak baik berhasil dituntaskan olehnya.

Ia membuktikan bahwa miminya adalah mimpi yang suci dengan manjalankan roda pemerintahan dengan penuh tanggung jawab, disiplin, dan adil. Ia sangat keras terhadap kedzaliman dan orang dzalim, tidak merasa bangga diri meskipun berada pada puncak kepemimpinan tertinggi bahkan ia sangat dekat dengan rakyat biasa. Di bawah kepemimpinannya berhasil membawa Andalusia pada puncak kejayaan sepanjang sejarah peradaban Andalusia/Spanyol.  Wilayah kekuasaaanya mencapai wilayah terjauh bahkan menyentuh wilayah Portugal dan Prancis.

Sepanjang sejarah kepemimpinanya selama 27 tahun, Muhammad bin Abi Amir tercatat memimpin langsung di medan jihad bersama pasukannya sebanyak 54 kali, dan tidak pernah kalah sekalipun dalam sepanjang perjuangan jihadnya. Sungguh luar biasa, subhanalloh….

Dengan segala prestasi dan keberaniannya di medan perang membuat semua kerajaan kristen sampai semua wilayah di Eropa gemetar ketika mendengar namanya disebut. Inilah sebuah fakta sejarah yang membuktikan bahwa segala kesuksesan berawal dari mimpi dan cita-cita suci yang tertanam kuat dan teguh dalam jiwa pemiliknya.

Mari kita renungi ayat berikut ini :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

Artinya :

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. Annisa : 9).

 

Ayat diatas merupakan cara Allah untuk memotivasi setiap mukmin untuk mmpersiapkan generasi terbaik, sehingga kalau kita renungi ketika seseorang mememiliki semangat tinggi dan komitmen untuk selalu lebih baik, sejatinya dia sedang mempersiapkan generasi atau keturunan yang mewarisi kebaikan itu. Oleh karenanya seseorang yang nyaman dengan kondisi terpuruknya dan tidak ada usaha untuk bangkit dari keterpurukan itu berarti dia ikut andil dalam mewariskan sifat dan sikap tersebut kepada generasi berikutnya dan akhirnya semakin banyaklah generasi terpuruk yang tidak siap bangkit.

               Bukankah ini hal yang menghawatirkan dan bisa kita bayangkan apa jadinya dunia, agama dan negara ini jika generasi mudanya adalah pemuda yang seperti itu??

            Mari kita simak kisah berikut ini :

Sewaktu Umar bin Abdul Azis sakit dan hampir menemui waktu trakhirnya beliau mngumpulkan putra-putrinya, kemudian memberikan harta tinggalan kepada mereka semua, yang putra diberi uang sejumlah 1 dinar dan anak perempuan tentunya diberikan setengah dinar, dan kemuaidn sejarah mencata bahwa mereka manjadi anak yang shlih dan tidak kekurangan ekonomi. Mengapa sang khalifah memberikan sejumlah itu kepada anaknya sebagai harta warisan mereka?

            Jawaban dari sang khalifah sangat luar biasa dan mnginspirasi , beliau berkata:

Jika kalian aku berikan harta yang banyak dan kalian klak menjadi orang yang rusak maka tidak mungkin ayahmu membantumu dalam kerusakanmu, tapi jika kalian besok menjadi orang sholih maka tidak prlu khawatir, kemudian beliau membaca ayat :

إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ

Artinya :

Sesungguhnya pelindungku ialah Allah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.

            Begitulah pada salafus shalih mmberikan panduan untuk generasi sesudahnya, sebuah kebijaksaan luar biasa yang kmudian melahirkan generasi yang sangat luar biasa.

            Terakhir ingin saya sampaikan, masihkah kita enggan bangkit dari keadaan yang kurang baik padahal kita tahu betapa besar hikmah dan manfaat dari kebaikan yang kita lakukan?

            Saatnya anda menetukan apa karya anda…

 

Wallahu alam bishowab.

TAGS

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Terkini

December 4, 2024

Populer