Pemimpin adalah seseorang yang mampu menggerakkan orang lain, dan kepemimpinan adalah hal sangat dijunjung dalam islam, sehingga rasulullah SAW menyampaikan tujuh golongan yang besok di hari kiamat mendapatkan naungan dari Allah, yang pertama adalah pemimpin yang adil.
Salah satu indikator keadilan seorang pemimpin adalah kemakmuran masyarakat yang dipimpinnya. Oleh karena itu potret masyarakat sangat tergantung pada kualitas pemimpinnya.
Sebuah fakta menarik dapat kita lihat dari sosok Hoce Muchika seorang Presiden Uruguay . tidak seperti presiden negara-negara di dunia yang hidup dalam kemewahan, presiden ini lebih memilih hidup dalam kesederhanan. Beliau tinggal dalam sebuah rumah mungil dengan satu kamar di dalamnya. Untuk memenuhi tugasnya memimpin negara ia tidak menggunakan kendaraan fasilitas negara, ia lebih nyaman berkendara dengan mobil tua miliknya produksi tahun 80-an yang harganya ditaksir sekitar 20 juta rupiah.
Mengapa demikian, apakah dia tidak mendapat tunjangan dari negaranya? Tapi inilah pilihan hidupnya. Sebagai seorang presiden Hoce Muchika tetap mendapat gaji dari negara sebesar 12.000 dolar amerika atau sekitar 115 juta rupiah, tetapi 90% gajinya ia sumbangkan ke rakyat, artinya ia hanya mengambil sekitar 700 dolar atau sekitar 7 juta rupiah, sama dengan penghasilan rata-rata rakyatnya. Oleh karena itu dunia menjulukinya presiden termiskin di dunia. Tetapi ironinya ia tidak mau disebut miskin karena memang kebutuhan hidupnya adalah sekitar 7 juta per bulan, dan baginya orang yang layak disebut miskin adalah orang setiap harinya bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup mewahnya dan selalu menginginkan yang lebih.
Hoce Muchika memang sosok presiden yang layak diteladani, tetapi jauh sebelum itu islam telah mencatat sejarahnya tentang sosok pemimpin yang luar biasa dan layak dijadikan teladan sepanjang zaman, ia adalah Umar bin Abdul Azis.
Umar bin Abdul Azis adalah salah satu khalifah Bani Umayah yang berhasil menorehkan sejarah gemilang kepemimpinan Islam. Ibnul Jauzy menyebutkan dalam kitabnya “Sirah Umar bin Abdul Azis” mengutip perkataan Al Harits bin Abi Usamah bahwa khalifah yang mulia ini lahir pada tahun 63 hijriyah, dan pada tahun itu pulah Ibunda kita Ummul Mukminin Maimunah kembali kepada Arrafiqul A’laa Allah Subhanahu wataala.
Beliau adalah putra dari Abdul Azis bin Marwan yang merupakan seorang petinggi istana dan ibunya adalah seorang wanita sholihah Keturunan A’shim ibnu Umar bin Khatattab RA. Suatu ketika abdul Azis bin marwan menyampaikan kepada pembantunya : “ Kumpulkan harta saya sejumlah 400 dinar dari harta saya yang baik karena sesungguhnya saya ingin menikahi seorang wanita dari keluarga yang sholih” (Sirah Umar bin Abdul Azis: 9).
Karya besar yang berhasil ditorehkan oleh sang khalifah adalah sebuah potret kesuksesan pemimpin dan merupakan teladan bagi pemimpin setelahnya bahkan pemimipin-peminpin islam yang mengabdikan diri dan kepemimpinanya pada ummat ini.
Sejarah mencatat bahwa Umar bin Abdul Azis memimpin dinasti umayah selama kurang lebih dua setengah tahun. Akan tetapi kepemimpinan yang cukup singkat itu karya terbesarnya sebagaiman kepemimpinan berpuluh-puluh tahun. Selalu seperti inilah islam mencontohkan, bahwa usia kepemimpinan tidak menjadi jaminan kesuksesan seotrang pemimpin, oleh karena Umar bin Abdul Azis dengan wilayahnya yang begitu luasnya sampai asi bahkan eropa beliau tetap bisa bertindak adil terhadap masyarakatnya.
Kesuksesan sang khalifah dimulai dengan merubah aturan pemerintahan di hari pertama beliau memimpin, mulai dari sistem penjagaan khalifah dilonggarkan sehingga tidak ada pemisah anatara pemimpin dan rakyatnya hingga semua gemerlap kemegahan istana termasuk singgasana yang mewah itupun beliau salurkan di Baitul Mal. Setelah melakukan perubahan besar dalam istana maka saat beliau mulai menanamkan kesederhanaan di dalam keluarga beliau, mulai dari pakaian yang mewah harus ditanggalkan sampai kesederhanaan yang luar bisa adalah beliau meninggalkan istana dan berpindah ke rumah yang sama sekali tidak layak untuk pemimpin tingkat dunia seperti beliau.
Semua langkah sang khalifah yang begitu besar dalam melakukan perubahan itu semuanya disarkan pada ketakutan beliau kepada Allah dan kekhawatiran fitnah di hari akhirat. Dengan perasaan yang sedemikian itulah beliau menjalani hari-harinya. Suatu ketika beliau pernah meminta istrinya untuk membelikan pakaian, maka istrinya menyampaikan kalu itu mudah tinggal menyuruh gubernur di syam, mesir dan wilayah lain untuk meilihkan pakaian yang mewah, tetapi tahukah anda jawaban sang khalifah sangat mengejutkan sang istri, beliau berkata: “ belikan aku pakaian yang harganya tidak lebih dari enam dirham”, sungguh jawaban yang rasanya mustahil keluar dari pemimpin dunia. Sungguh menakjubkan seorang khalifah yang wilayahnya sampai Asia dan Eropa hanya berpakaian seharga enam dirham yang jika kita kurs ke nilai rupiah kurang lebih sekitar 22.470 rupiah.
Mengenai kedaan sang khalifah ini terdapat sebuah riwayat dari Ubaidillah bahwasanya seorang tua mengatakan ketika umar menjadi khalifah seakan akan ia terbakar, menghitam dan kulitnya lengket dengan tulangnya seakan tidak ada daging diantara kedua. (Sirah Umar bin Abdul Azis : 71)
Begitulah sang khalifah mulia ini menunaikan amanah kepemimpinan yang dipercayakan oleh masyarakat Bani Umayah kala itu. Hidupnya tidak pernah ada ketenangan, siangnya ia gunakan mengurusi masyarakatnya dan malam ia gunakan bermunajat kepada Rabb nya, sehingga tidak tersisa sedikitpun dari waktunya untuk bersenang-senang dengan posisinya sebagai khalifah.
Sesaat hati merasa sesak, nafas seakan terhenti apabila membahasa bagaimana kezuhudan beliau, tetapi dibalik kesederhanaan sang khalifah berdiri kokoh karya besar kejayaan ummat ini, maka tidak heran apabila namanya selalu harum disetiap ummat muslim, sejarahnya selalu menjadi literatur berharga di sepanjang sejarah kepemimpinan.
Berbagai pujian hadir dari ulama sepanjang zaman, mengangkat namanya membumbung tinggi, mengharap lahirnya sang pemimpin sejati seperti beliau. Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan : apabila kamu melihat seorang lelaki yang mencintai Umar bin Abdul Azis, menyebut-nyebut kebaikan dan menyebarkannya maka ketahuilah bahwasannya sungguh dibelakang semua itu terdapat kebaikan. Insya Allah. (Sirah Umar bin Abdul Azis : 74).