September 20, 2024 18:44

Persiapan Menuju Ramadhan
February 29, 2024

Penulis :

NURHASAN, S.Pd.I
Unit/jenjang KSPPS

Persiapan Menuju Ramadhan

By Nur Hasan

Allah telah menetapkan waktu-waktu untuk mewujudkan tujuan kehidupan kita. Apa tujuan hidup kita? Tak lain adalah beribadah kepada Allah Swt. Dari waktu ke waktu selama setahun, dua belas bulan. Pada setiap bulannya Allah Swt., tempatkan banyak ragam ibadah di dalamnya. Mulai dari bulan Muharram sampai Dzulhijjah. Semua berisi amalan-amalan ibadah. Sehingga tidak sedikit para ulama mengatakan, kalau kita ingin mengetahui apa saja macam ragam ibadah, maka lihatlah di dalam bulan hijriah atau qamariyah. Tapi kalau kita ingin mendapatkan dunia ini. Menghidupkan dan mengembangkan maisyah, maka lihatlah bulan miladiyah atau masehi.

 

 

Karena orang bercocok tanam bukan berdasarkan bulan hijriah, tapi berdasar bulan masehi. Mengapa? Karena di situlah terdapat kapan hujan itu diturunkan? Kapan musim panas itu datang? Kapan musim semi itu berlalu? Dan seterusnya.

 

Adapun kalau kita mengetahui lebih banyak tentang apa saja yang Allah berikan kepada kita. Hidangan ibadah yang merupakan tujuan hidup kita, sekali lagi lihatlah di bulan-bulan hijriah atau qamariyah. Maka, sekarang kita diberikan kesempatan oleh Allah berjumpa dengan bulan sya’ban. Yang tak lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan.
Di bulan sya’ban kita dianjurkan untuk melaksanakan amalan-amalan persiapan menyongsong bulan yang penuh berkah. Allah mencatat setiap amal perbuatan manusia dan kemudian diangkat ke langit oleh para malaikat. Ada yang sifatnya harian, yaitu Allah memerintahkan malaikat shubuh dan asar untuk mengangkat amalan yang kita lakukan selama sehari semalam. Maka bertemulah malaikat pagi, siang, dan malam di waktu asar.
Sebaliknya, malaikat malam dan siang bertemu di waktu shubuh. Inilah diangkatnya amal perbuatan kita secara harian (yaumiyah). Ada pula yang diangkat amal manusia itu secara sepekan. Jadi selama sepekan ada dua kali, yaitu hari senin dan hari kamis. Dua hari inilah malaikat ditugaskan Allah mengangkat amal perbuatan manusia.

Usamah bin Zaid berkata, aku berkata pada Rasul saw., “Wahai Rasulullah, engkau terlihat berpuasa sampai-sampai dikira tidak ada waktu bagimu untuk tidak puasa. Engkau juga terlihat tidak puasa, sampai-sampai dikira engkau tidak pernah puasa. Kecuali dua hari yang engkau bertemu dengannya dan berpuasa ketika itu.” Nabi saw., bertanya, “Apa dua hari tersebut?” Usamah menjawab, “Senin dan Kamis.” Lalu beliau bersabda, “Dua hari tersebut adalah waktu dihadapkannya amalan pada Rabb semesta alam (pada Allah). Aku sangat suka ketika amalanku dihadapkan sedang aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. An-Nasai dan Ahmad)
Karenanya, ini berlaku untuk siapa saja bagi hamba-hamba Allah yang mengikuti sunah beliau. Bukan hanya Rasulullah. Tentu siapa saja orang mukmin yang melakukan puasa pada hari senin dan kamis, maka catatan pertama di hari itu dan catatan terakhir pada hari diangkat oleh para malaikat di hadapkan di hadapan Allah dalam keadaan berpuasa.Ini bersifat pekanan yang terjadi dua kali.

Demikian pula amal ibadah manusia itu diangkat yang bersifat tahunan. Ada pun amal yang diangkat setiap tahun sekali, yakni terjadi pada bulan sya’ban. Rasulullah saw., bersabda, “Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam nisfu sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah)
Sehingga, sebelum kita memasuki bulan Ramadhan dua perkara ini harus diselesaikan terlebih dahulu. Yaitu, jangan kita berbuat syirik kepada Allah dan bermusuhan antar sesama. Karenanya di bulan Sya’ban ini mari kita manfaatkan sebaik-baiknya, agar kita mendapatkan ampunan dari Allah Swt.

Kemudian, dari sini apa yang perlu kita persiapkan untuk menyongsong Ramadhan, bulan yang penuh berkah ini agar ibadah-ibadah yang kita lakukan bisa berjalan maksimal dan menuai kesuksesan. Di antaranya adalah:

 

 

Pertama, menjauhi segala macam bentuk kesyirikan kepada Allah.
Termasuk di sini adalah menjauhi jimat dan raja-raja yang dipercaya punya kekuatan. Celah-celah kesyirikan ini harus ditutup rapat-rapat. Demikian pula kekufuran, jalan-jalan yang menuju ke sana harus dibersihkan kalau kita ingin mendapat ampunan dari Allah. Maka, di bulan suci Ramadhan jangan bermimpi mendapat ampunan dari Allah kalau kita masih menanggung dosa kesyirikan. Mari bersama-sama sekarang bertobat. Hindari segala benda-benda syirik. Buang dan bakar. Jangan malah dikasihkan orang. Tegakkan tauhid, tak ada daya dan kekuatan kecuali izin dari Allah Swt. Jangan menggantungkan kepada benda-benda, yang benda itu tidak ada manfaatnya dan tak bisa memberi manfaat sedikit pun.
Kita sering mendengar Hajar Aswad. Ada yang mengatakan, ini sebenarnya batu dari surga. Warnanya dulu putih kemudian sekarang jadi hitam. Kenapa? Karena dosa-dosa orang yang mencium dan menyentuhnya. Saat sahabat Umar bin Khattab hendak mencium hajar aswad, beliau mengatakan, “Kau hanya sebuah batu yang tidak dapat memberikan manfaat dan madharat sedikit pun. Kalau aku tidak melihat kekasihku, Rasulullah saw., mencium kamu. Aku tak akan sudi menciummu.”

Di sini menunjukkan minimal dua hikmah. Pertama, tentang tauhidnya Umar bin Khattab. Kedua, menunjukkan ittiba’nya beliau kepada Rasulullah saw. Jadi, Umar mencium hajar aswad semata-mata ittiba’. Mengikuti sunah Rasulullah saw. Kalau Rasul tidak mencium, maka Umar tak akan ikut mencium.

Kedua, hindari saling bermusuh-musuhan antar sesama.
Di mana satu dengan yang lain saling bermusuhan. Maka segera selesaikan, apa pun urusan kemanusiaan itu. Mumpung masih ada waktu. Karena Nabi saw., memerintahkan kita untuk menyelesaikan urusan-urusan terhadap sesama. Apakah itu yang berkaitan dengan harta, harga diri, dan nama baik. Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw., bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya.” (HR. Bukhari)

Saling berseteru dengan yang lain. Maka harus diselesaikan sekarang. Jangan menunggu nanti setelah hari raya. Dan sebenarnya tidak harus menunggu bulan sya’ban atau Ramadhan, kalau kita melakukan kesalahan ya segera minta maaf. Karena ini merupakan perintah Nabi. Selesaikan urusan dunia itu. Jangan menunggu nanti kalau sudah tidak ada lagi kesempatan untuk bermaaf-maafan. Di mana hari sudah tidak berlaku mata uang, yaitu hari kiamat. Maka, segeralah islah. Yakni berbaikan kembali. Karena orang mukmin itu hakikatnya adalah saudara. Bahkan kalau ada saudara mukmin kita sedang berseteru, kita diperintah untuk mengislahkan keduanya. Allah Swt., berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: Ayat 10)

Inilah yang disebut dengan persaudaraan atas dasar keimanan. Maka orang mukmin itu bersaudara, sekalipun tidak ada hubungan nasab dan kekerabatan. Sekalipun juga berbeda suku dan bangsanya. Kalau dia muslim dan mengucapkan dua kalimat syahadat, dia tegakkan shalat fardhu lima waktu, dia tunaikan zakat, dia tunaikan rukun-rukun Islam yang ada dengan keimanan yang benar, dia jauhi syirik dan kekufuran, maka dia adalah saudara kita.
Kalau ada perselisihan, maka perintah Allah adalah damaikanlah saudaramu sesama mukmin itu. Dalam urusan ini, bahkan kita diperbolehkan untuk berbohong. Yaitu, dalam rangka mendamaikan. Misal, kita datang ke fulan mengatakan, “Si fulan rindu sama kamu.” Kemudian kita datang ke fulan yang lain, “Si fulan sayang sama kamu.”

Maka jiwanya lapang, ketemu pasti akan baikkan. Jangan malah diprovokatori dan diadu domba satu dengan yang lain. Ini bukanlah sifat seorang muslim. Karenanya kita jangan gampang diadu domba. Jika ada yang berseteru mari kita damaikan. Inilah prinsip hidup orang mukmin. Kita sendiri kalau berselisih, maka segera selesaikan. Mumpung ini masih di bulan sya’ban.

Ketiga, segera bayar hutang puasa.
Ini merupakan bulan terakhir untuk membayar hutang puasa. Kalau tidak, kita akan kena denda atau kafarah. Sehingga harus mengganti hutang puasanya plus dengan denda, yaitu membayar fidyah. Karena hutang puasa ini adalah hak Allah. Dan hutang kepada Allah itu lebih utama untuk segera ditunaikan. Sampai-sampai kalau ada orang yang punya hutang puasa, kemudian ia meninggal dunia dan punya ahli waris anak, maka anaknya yang harus membayarnya. Karena saking pentingnya membayar hutang kepada Allah.
Rasulullah saw., bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makanya ibu-ibu kalau punya hutang puasa jangan disimpan sendiri. Takut nanti tidak ada yang tahu kalau ibu punya hutang puasa. Beritahu anaknya.

Dari Ibnu Abbas ra., ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, benar ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa bulanan. Apakah aku harus membayarkan qadha puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya,” jawabnya. Ia bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pertanyaannya, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia mana yang harus didahulukan? Pasti hutang kepada Allah yang harus didahulukan.
Contoh, Aisyah dulu juga pernah membayar puasa ramadhannya itu di bulan sya’ban. Kenapa? Karena sibuk dakwah bersama Rasulullah, yaitu melakukan perjalanan jauh dalam berdakwah.
Dari Abu Salamah ra., katanya dia mendengar Aisyah ra., bercerita: “Aku masih punya hutang puasa Ramadhan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan sya’ban barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku bersama Rasulullah saw.” (HR. Muslim)

Karenanya, jangan sampai kita punya hutang kemudian kedahuluan ajal. Kalau keluarga kita tidak ada yang tahu, terus siapa yang akan membayar? Maka segera bayar hutang yang sekarang masih punya hutang puasa. Terutama untuk ibu-ibu.
Sebelum puasa syawal jika punya hutang puasa Ramadhan, kalau bisa utamakan yang wajib dulu sebelum yang sunah. Karena puasa syawal hukumnya adalah sunah. Sekalipun ada ulama yang membolehkan puasa syawal dulu, qadha puasanya nanti.
Tapi jangan mengharap pahala puasa setahun. Karena pahala puasa setahun itu diberikan kalau Ramadhannya sempurna, ditambah enam hari di bulan syawal. Jadi puasa Ramadhannya harus sempurna dulu baru kemudian yang sunah.

Keempat, perbanyak puasa di bulan sya’ban.
Karena Rasulullah saw., tidaklah berpuasa yang banyak sekali melainkan di bulan sya’ban. Bahkan hampir beliau itu sebulan puasa. Sebagaimana dalam sebuah hadis berikut ini:
Dari Aisyah ra., ia berkata, “Rasulullah saw., biasa berpuasa sehingga aku menyangka beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka sehingga aku menyangka beliau tidak berpuasa. Dan aku tidak melihat Rasulullah saw., menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku tidak melihat beliau berpuasa satu bulan lebih banyak dari pada di bulan sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, di bulan sya’ban harus memperbanyak puasa dalam rangka menyambut ramadhan agar berjalan maksimal. Tapi niatnya bukan karena latihan, tapi harus karena Allah Swt., dan mengikuti sunah Rasulullah saw. Semakin banyak berpuasa, insya Allah kita akan semakin dijauhkan dari perbuatan maksiat.

Kelima, awali puasa Ramadhan dengan mengikuti tuntunan sunah.
Awali puasa Ramadhan dengan rukyatul hilal. Sekalipun manusia diberikan kemampuan dan keahlian dalam menghitung secara matematis, kapan jatuhnya Ramadhan. Tapi ingat, jangan meninggalkan sunah. Apa itu? Yaitu rukyatul hilal.
Rasulullah saw., “Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika hilal itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian. (HR. An-Nasai)

Keenam, hindari segala macam bentuk tradisi yang tak ada tuntunannya dalam menyambut bulan Ramadhan.
Ketika sedekah jangan menentukan waktu, kapan saja boleh sedekah. Tidak harus akhir-akhir bulan sya’ban. Kapan pun boleh. Lho kenapa mesti akhir bulan sya’ban? Dan kenapa mesti harus bentuk tertentu? Ini menimbulkan tanda tanya.
Apalagi pada waktu dulu makanan tertentu sampai di lempar ke atas genting rumah. Menganggap makanan tersebut bisa jadi payung, supaya hidupnya dipayungi oleh Allah. Ini filosofi dari mana? Makanan yang mestinya dimakan kok dibuang-buang.
Jadi segala macam tradisi yang tak ada tuntunan dari Rasulullah harus dihindari. Agar agama ini bersih sebagaimana di zaman generasi terbaik, yaitu para sahabat.
Kalau kita mau sedekah silahkan sedekah kapan saja. Tidak harus dengan makanan tertentu. Sedekah yang baik itu lebih manfaat yang sesuai dengan kondisi orang pada saat itu.
Karenanya hindari tradisi-tradisi yang tak ada tuntunannya. Termasuk mengkhususkan hari berziarah kubur. Dan ini menjadi tradisi di mana-mana menjelang Ramadhan.
Pertanyaannya, apa ziarah kubur tidak boleh? Sangat boleh. Malah diperintah oleh Rasulullah saw.
Dari Abu Hurairah ra., “Suatu ketika Rasullah saw., berziarah ke makam ibundanya. Saat berziarah tersebut Rasullah menangis, kemudian orang-orang yang ikut serta dengan beliau ikut menangis. Beliau lalu bersabda: “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, akupun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian.” (HR. Muslim)

Rasul hanya diperkenankan untuk menziarahi kuburan ibunya, namun tak diperkenankan memintakan ampun bagi ibunya. Mengapa? Karena Aminah meninggal ketika itu belum Islam. Makanya Rasul menangis dan para sahabat pun ikut menangis. Dari hadis ini kita bisa ambil sebuah hikmah, bahwa apa pun yang dilakukan Rasulullah itu boleh diikuti, meskipun nggak tau maksudnya. Sahabat tadi menangis juga nggak tahu maksudnya. Tahunya ya setelah ditanya.

Ketujuh, jangan melakukan pemborosan.
Menghambur-hamburkan harta. Tidak sedikit orang menyambut dan pas di bulan Ramadhan dia “membakar” hartanya dengan cara membeli petasan kemudian dibakar di jalan-jalan. Karena hal ini termasuk pemborosan. Dan orang boros tergolong temannya syetan.
Allah Swt., berfirman: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra’: Ayat 26-27)

Mengapa menghambur-hamburkan harta secara boros merupakan larangan? Karena kelak Allah akan bertanya dari mana harta kita didapatkan? Bukankah kelak di akhirat semua manusia akan ditanya tentang lima pertanyaan berikut ini:
1. Tentang umurnya untuk apa digunakan?
2. Tentang masa mudanya untuk apa dihabiskan?
3. Dari mana hartanya dia dapatkan?
4. Ke mana hartanya dibelanjakan?
5. Ilmunya diamalkan untuk apa?

Semoga Allah memberi kesempatan kepada kita untuk berjumpa dengan bulan Ramadhan, dan bisa maksimal dalam melakukan ibadah-ibadah di dalamnya.

TAGS

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Terkini

September 20, 2024

Populer