September 20, 2024 04:13

Ustadz Susanto menjawab
July 26, 2023

Penulis :

ACHMAD SUSANTO, S.Pd
Unit/jenjang DSU

Solihin Solihat yang berbahagia,

Sebelum menjawab dari pertanyaan hamba Allah di atas, ijinkan sy berdoa semoga tulisan ini menjadi asbab datangnya keridhoaan Allah SWT dan bisa memberikan manfaat kepada diri penulis dan para pembaca.

Solihin Solihat yang berbahagia,

Jawaban saya atas pertanyaan hamba Allah di atas akan berusaha saya jawab dengan 4 pendekatan:
1. Pendekatan berdasarkan firman Allah SWT
2. Pendekatan berdasarkan hadis baginda Nabi Muhammad SAW

3. Pendekatan berdasarkan ijma ulama
4. Pendekatan berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Dalil berdasarkan firman Alllah SWT:
Pertanyaan hamba allah di atas adalah masuk dalam kategori RAHN yakni menahan barang sebagai jaminan atas uang. Dalil yang relevan dengan pertanyaan tersebut adalah ada di dalam firman Allah SWT Surat Al Baqarah ayat (2):283 yang artinya: “Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang.”

Dalil berdasarkan hadis baginda Nabi Muhammad s.a.w:

Hadis Nabi riwayat Al Bukhori dan Muslim dari Aisyah r.a. ia berkata yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”

Dalil berdasarkan pendapat ulama antara lain:

Yang artinya: “Mengenai dalil ijma’ umat islam sepakat (ijma’) bahwa secara garis besar akad Rahn (gadai/penjaminan/utang) adalah diperbolehkan.”

Dan terahir berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagai berikut:

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.

1.       Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2.       Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3.       Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

4.       Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5.       Penjualan Marhun

a.       Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya.

b.      Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c.       Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

d.      Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

Ketentuan Penutup

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan secara musyawarah. Wallahu a’lam bis showaf.

 

 

 

 

 

TAGS

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Terkini

September 19, 2024

Populer