Desember 5, 2024 08:12

ekonomi dalam pandangan islam
March 26, 2024

Penulis :

Ernawati, S.M
Unit/jenjang Amal Usaha

Islam mempunyai konsep sistem kehidupan yang universal, integral, dan komprehensif, yang telah menetapkan tatanan yang utuh untuk mengatur kehidupan manusia. Sebagai way of life, Islam menata segala aspek kehidupan, mulai dari hal yang sederhana hingga urusan yang paling rumit sekalipun. Baik dalam aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan, bahkan hingga seni dan budaya. Apabila konsep al-Qur’an dan as-Sunnah dijadikan pijakan perekonomian suatu negara, tentunya perekonomian tersebut akan berjalan lebih baik dan terarah sesuai dengan tujuannya. Namun kenyataanya memang belum semua negara muslim di dunia menerapkan dasar tersebut. Selanjutnya, di dalam artikel ini dijelaskan tentang bagaimana Ekonomi Islam yang biasa juga disebut sebagai ekonomi syariah berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya Indonesia sebagai negara dengan basis muslim terbesar se-Asia (Tira Nur Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, JIEI Vol 2, No. 03 (2016).

Konsep pembangunan ekonomi dalam Islam adalah konsep pembangunan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip syariah, yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah, dengan kesadaran bahwa keberhasilan pembangunan harus disertai penerapan tentang konsep-konsep pembangunan klasik dan modern, serta belajar dari pengalaman negara-negara yang telah berhasil dalam melakukan usaha pembangunan. Konsep ekonomi Islam mengacu pada prinsip syariah yang menjadi pedoman masyarakat muslim, sehingga setiap aktifitas manusia termasuk di dalamnya adalah kebijakan ekonomi dan pembangunan, serta aktivitas ekonomi masyarakat sudah semestinya merujuk kepada hukum Islam.

Teori dan Model Ekonomi Islam menurut pandangan M.M. Metwally (Teori dan Model Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh M. Husen Sawit, 1995)menyatakan bahwa Ekonomi Islam dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang dilandasi oleh ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, ijma’(kesepakatan ulama) dan qiyas (analogi). Al-Quran dan as-Sunnah merupakan sumber utama sedangkan ijma’ dan qiyas merupakan pelengkap untuk memahami Al-Quran dan as-Sunnah.

Islam merumuskan suatu sistem ekonomi yang berbeda dari sistem-sistem lainnya. Hal ini karena ekonomi Islam memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam mempunyai tujuan-tujuan syariah (maqosid asy-syari’ah) serta petunjuk operasional (strategi) untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan itu sendiri selain mengacu pada kepentingan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi, serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan materi dan ruhani (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia, hal 10-11).

Sistem Ekonomi menurut pandangan Islam mencakup pembahasan tentang tata cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi (Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 12-13). Menurut an-Nabhany (Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Risalah Gusti, 1996) asas yang dipergunakan untuk membangun sistem ekonomi dalam pandangan Islam berdiri dari tiga pilar (fundamental) yakni bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), lalu bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).

Prinsip-prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang meliputi tauhid (keimanan), ‘adl(keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Dari kelima nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yaitu;kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau berusaha (freedom to act) serta keadilan sosial (social justice). (Lutfi Nurlita Handayani, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, PKEBS FEB UGM, Yogyakarta, 2018).

Lima nilai universaltersebutmemiliki fungsisebagai fondasi, yaitu menentukan kuat tidaknya suatu bangunan. Tauhid (keesaan Allah), memiliki arti bahwa semua yang kita lakukan di dunia akan dipertanggung jawabkan kepada Allah di akhirat kelak.‘Adl(keadilan), memiliki arti bahwa Allah telah memerintahkan manusia untuk berbuat adil dan tidak menzalimi pihak lain demi memperoleh keuntungan pribadi. Nubuwwah (kenabian), menjadikan sifat dan sikap nabi sebagai teladan dalam melakukan segala aktivitas di dunia. Khilafah (pemerintahan), peran pemerintah adalah memastikan tidak ada distorsi sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik. Ma’ad (hasil), dalam Islam hasil (laba) yang diperoleh di dunia juga menjadi laba di akhirat.

Konsep keadilan yang menempatkan kesamaan derajat manusia berlandaskan atas kualitas ketakwaan dapat memupuk persaudaraan kemanusiaan yang sangat kuat. Persaudaraan kemanusiaan, mewujudkan saling mengasihi di antara manusia, perasaan cinta dan kebaikan, yaitu ketakwaan kepada Allah, melaksanakan hukum-hukumnya dan menjauhi larangannya, mendukung pertumbuhan secara menyeluruh bagi kemanusiaan. Disinilah pentingnya keadilan dalam konteks globalisasi ekonomi, dimana aktivitas ekonomi dilaksanakan dengan adil antar sesama manusia walaupun berbeda-beda bangsa, agama dan tingkat sosialnya (Akhmad Nur Zaroni, Globalisasi Ekonomi dan Implikasinya Bagi Negara-negara Berkembang: Telaah Pendekatan Ekonomi Islam, AL-TIJARY, Vol. 01, Desember 2015).

Dalam pandangan Al-Quran perbedaan sesama manusia adalah suatu hal yang alami, juga sekaligus mengandung banyak manfaat. Sekalipun demikian manusia tetap tergolong ke dalam umat yang satu. Agama berfungsi untuk mengingatkan akan kesamaanya, sebagai landasan persahabatan, persaudaraan, dan tolong menolong dalam mewujudkan keadilan sosial (Qutb,1994 :37). Sebaliknya ketidakadilan akan melemahkan solidaritas dan meningkatkan konflik dan ketegangan, serta memperburuk permasalahan manusia. Selain keadilan, yang perlu diterapkan dalam globalisasi ekonomi adalah pendekatan multidisiplin. Hal ini karena kehidupan manusia tidak hanya terdiri dari satu komponen yang terpisah dengan lainnya, melainkan seluruh aspek kehidupan manusia, moral, intelektual, sosial, sejarah, demografis, dan politik tersambung erat satu sama lainnya. Manusia oleh Allah diberikan tugas sebagaikhalifatullah fil ardhuntuk mewujudkan kehidupan yang maslahat sebagaimana tujuan syariah yaitu mashalih al ‘ibad.

Secara umum tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam kehidupan umat manusia, serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas. Untuk menunaikan tugas tersebut Allah telah membekali manusia dengan dua hal utama(Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001 hal. 7)yaitu:manhaj al-hayatyakni sistem kehidupan danwasilah al- hayatyaitu sarana kehidupan, sebagaimana firman-Nya dalam al-Quran:

“Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin. Dan, diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberikan penerangan.”(QS. Luqman ayat: 20)

Manhaj al hayat adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Aturan tersebut berupa keharusan melakukan yang wajib, menganjurkan melakukan sunnah, menolak yang haram, menghindari yang makruh atau yang mubah. Aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjaga keselamatan manusia dalam kehidupanya, baik dari sisi keselamatan agama, keselamatan jiwa dan raga, keselamatan akal, keselamatan harta benda, maupun keselamatan nasab keturunannya. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan pokok atau primer (al-haajat adh-dharuriyyah).

Pelaksanaan Islam sebagai way of lifesecara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang baik, sebuah tatanan yang disebut sebagaihayatan thayyibah. Sebaliknya apabila manusia menolak untuk melaksanakan aturan itu atau sama sekali tidak memiliki keinginan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan, akan melahirkan kekacauan dalam kehidupan seseorang dan akan menimbulkan kemaksiatan dan atau kehidupan yang sempit, serta kecelakaan di akhirat nanti. Aturan-aturan itu juga diperlukan untuk mengelola wasilah al-hayah atau segala sarana dan prasarana kehidupan yang diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup manusia secara keseluruhan. Wasilah al-hayahini ada dalam bentuk udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan ternak dan harta benda lainnya yang berguna dalam kehidupan. Firman Allah dalam Al Qur’an:

“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.Al Baqarah ayat: 29)

Ekonomi Islam yang memiliki orientasi terhadap kehidupan dunia dan akhirat, yang kehadirannya diharapkan bisa menjadi alternatif dari sistem ekonomi konvensional yang dianggap rapuh dalam membentengi perekonomian dunia. Sistem ekonomi Islam ini semestinya dapat berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi suatu negara, khususnya Indonesia. Istilah Ekonomi Konvensional mulai mencuat ketika ekonomi Islam mulai mulai berkembang. Sebelumnya kata Ekonomi Konvensional biasa kita sebut dengan kata Ekonomi saja. Berikut adalah perbedaan yang mendasar antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional (Abdul Mujib, Realitas Sistem Perbankan Syariah dan Ekonomi Islam, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 4 No. 1, 2019 hal 155):

a)Dalam ekonomi konvensional terdapat masalah kelangkaan (scarcity). Sedangkan dalam ekonomi Islam tidak mengenal kelangkaan karena Allah membuat segala sesuatunya di dunia ini dengan tepat ukuran (Q.S Qamar: 49)

b)Dalam ekonomi konvensional tidak ada elemen nilai dan norma sehingga sering terjadi konflik dan kecurangan saat pelaksanaannya. Berbanding terbalik dengan ekonomi Islam yang menonjolkan sikap adil, jujur dan bertanggungjawab.

c)Ekonomi konvensional berpijak pada materialisme dan sekulerisme. Sementara ekonomi Islam berpijak pada al-Quran, as-Sunnah serta Ijtihad para ulama.

d)Ekonomi Islam menguntungkan semua pihak, termasuk masyarakat kecil. Sedangkan ekonomi konvensional hanya menguntungkan pihak tertentu saja.

Oleh karena itu, pengembangan ekonomi Islam dan penerapannya pada tata perkonomian di Indonesia diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan, sejalan dengan tujuan syariah yaitu merealisasikan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan.

TAGS

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Terkini

December 4, 2024

Populer