Mei 8, 2025 02:44

TERBIASA MENUTUP AURAT DENGAN BENAR
May 7, 2025

Penulis :

Marjuki, S.Pd
Unit/jenjang SMAIT

TERBIASA MENUTUP AURAT DENGAN BENAR

1.      Defnisi Aurat

Aurat adalah bagian tubuh yang wajib ditutupi oleh umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Aurat harus ditutupi dalam keadaan tertentu, terutama dalam ibadah dan interaksi sosial

2.      Batasan Aurat

–          Laki-Laki

Aurat laki-laki adalah anggota tubuh antara pusar hingga lutut

–          Perempuan

Aurat perempuan dalam shalat adalah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. 

Batasan wajah perempuan adalah panjang antara tempat tumbuhnya rambut, kepala gundul tidak dianggap, hingga ujung dagu, sedangkan lebarnya antara kedua telinga

–          Dalam pandangan madzhab

a)      Wajah dan kedua telapak tangan, bukan aurat. Ini adalah pendapat mayoritas madzhab, antara lain: Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam riwayat yang masyhur dari keduanya, Hanafiyah dalam satu riwayat, para sahabat Nabi dan Tabi’in (Ali, Ibn Abbas, Aisyah, ‘Atha, Mujahid, Al-Hasan, dll.).

b)      Wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki, tidak termasuk aurat. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri dan Al-Muzani, Al-Hanafiah menurut riwayat yang shahih.

c)      Seluruh tubuh perempuan adalah aurat. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, pendapat Abu Bakar dan Abd Rahman dari kalangan Tabi’in.

d)      Seluruh tubuh perempuan kecuali wajah adalah aurat. Ini juga pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan pendapat Daud Al-Zhahiri.

3.      Batasan aurat  bagi mahrom

Pendapat pertama, yaitu pendapat dari ulama Malikiyah, Hambali, aurat wanita di hadapan sesama mahramnya adalah selain wajah, kepala, kedua telapak tangan dan kaki. Ini berarti tidak boleh membuka dadanya, payudaranya dan semacam itu di hadapan sesama mahram karena masih tergolong aurat. Untuk ayah wanita diharamkan untuk melihat anggota tubuh tersebut walaupun tanpa syahwat dan nafsu.

 Pendapat kedua, pendapat ulama Hanafiyah, yaitu aurat wanita dengan sesama mahramnya yaitu antara pusar dan lutut. Begitu pula yang termasuk aurat adalah punggung dan perut. Selain aurat tersebut boleh untuk dipandang oleh sesama mahram selama aman dari fitnah (godaan) dan selama tidak dengan syahwat (nafsu).

 Pendapat ketiga, adapun ulama Syafi’iyah berpandangan boleh laki-laki memandang wanita yang masih mahram dengannya selain antara pusar dan lutut. Mahram yang dimaksudkan di sini adalah karena sebab nasab, persusuan atau pun pernikahan yang sah.

 Ulama Syafi’iyah juga ada yang berpandangan lain sama seperti pendapat pertama, yaitu boleh memandangi mahram hanya pada bagian tubuh yang biasa dipandang ketika ia bekerja di dalam rumah. Yaitu yang boleh dipandang berarti adalah kepala, leher, tangan hingga siku dan kaki hingga lutut.

 

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

Adapun hukum seorang pria melihat dan memandang mahramnya, pendapat yang paling kuat (perselisihannya tidak terlalu kuat dalam madzhab, pen.), yang boleh dilihat hanya yang di atas pusar dan di bawah lutut. Ada pendapat lain pula (dalam madzhab Syafi’i) yang mengatakan hanya boleh melihat seperti keadaan ketika berkhidmat dan beraktivitas dalam rumah. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 4: 30).

Maksud Imam Nawawi untuk pendapat kedua di atas adalah yang boleh terlihat bagi mahram hanyalah yang wajar dilihat seperti wajah, rambut, leher, telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu berarti termasuk aurat dan tidak boleh ditampakkan berdasarkan firman Allah Ta’ala qs. Annur: 31

4.      Dalil Satrul Aurat/Menutup Aurat

Surat Al-Ahzab ayat 59

Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyeru kepada istri-istri, anak-anak perempuan, dan istri-istri orang mukmin agar menutup seluruh tubuhnya dengan jilbab

Surat Al-Mu’minun ayat 5-6

Ayat ini memerintahkan kepada semua muslim untuk menjaga kemaluan mereka. 

Kecuali kepada istri mereka atau budak wanita mereka, jika demikian maka mereka tidak tercela

 

5.      Kisah hikmah

Berdasarkan keterangan hadits, ketika berada di Masjidil-Harâm, Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma menawarkan sesuatu kepada ‘Athâ` bin Abi Rabâh.

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma bertanya, “Maukah engkau aku perlihatkan seorang wanita yang termasuk penghuni surga?”

‘Athâ` menjawab,”Iya, mau.”

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma menceritakan:

Wanita yang berkulit hitam ini, dulu mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari berkata,

إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي

“Aku terkena penyakit gila (ayan). Aku khawatir auratku tersingkap karenanya. Tolong berdoalah untuk kebaikanku.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (kala itu) menjawab:

إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ

“Kalau engkau mau, bersabarlah saja (dengan penyakit itu), maka engkau akan memperoleh surga. Kalau tidak, aku akan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya menyembuhkanmu“.

Ia menyahut:

أَصْبِرُ فَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ لاَ أَتَكَشَّفَ

“Saya mau bersabar saja. (Tetapi) aku khawatir auratku terlihat (oleh manusia). Karena itu, berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya auratku tidak tersingkap,” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk memenuhi permintaan yang ia perlukann itu. [HR al-Bukhâri, hadits no.5652.  Fat-hul-Bâri, 13/23

TAGS

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Terkini

May 7, 2025

Populer