Dzulhijjah adalah bulan kedua belas dalam kalender Islam dan pada beberapa hari di antaranya dianjurkan untuk menunaikan ibadah puasa sunnah. Lalu puasa Sunnah apa saja itu?. Puasa Sunnah Tarwiyah dan Arafah merupakan dua sunah yang dianjurkan dalam agama Islam, namun bukan merupakan amalan wajib. Sunah ini berlaku bagi umat Islam yang tidak sedang menjalani ibadah haji. Bagi umat Islam yang sedang menjalani haji, tidak disunahkan untuk berpuasa agar dapat memiliki energi yang cukup dalam menjalani ibadah haji dengan khidmat. Dirujuk dari buku Panduan Praktis Amalan Ibadah di Bulan Dzulhijjah oleh Abu Abdillah Syahrul Fatwa, umat Islam dianjurkan banyak berpuasa pada hari-hari awal Dzulhijjah. Keterangan itu tercantum dalam hadits berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَتِسْعًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ
Artinya: “Adalah Nabi puasa Asyura, sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dan tiga hari pada setiap bulan.” (HR An-Nasa’i no 2372, Ahmad no 271, dan Baihaqi no 284).
Banyak umat muslim yang menjalankan puasa Tarwiyah dan puasa Arafah. Adapun dalil anjuran berpuasa Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah yang menjadi pegangan umat muslim yaitu :
صوم يوم التروية كفارة سنة وصوم يوم عرفة كفارة سنتين (أبو الشيخ ، وابن النجار عن ابن عباس)
“Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu. Sedangkan puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) akan mengampuni dosa dua tahun.” Hadits tersebut diriwayatkan dari Ibnu An Najjar dan Abusy Syaikh dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu. Namun, Asy Syaukani dan Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini dusta atau tidak shahih, sebab dalam riwayatnya terdapat perawi pendusta.
Sedangkan Syeikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut adalah dho’if (lemah). Jika hadist di atas benar dho’if (lemah), maka tidak boleh diamalkan secara tersendiri. Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, suatu perkara tidak boleh bersandar pada hadits yang dho’if (lemah), yang bukan termasuk hadits hasan bukan pula hadits shahih. Namun, Imam Ahmad bin Hambal dan beberapa ulama lainnya membolehkan menggunakan riwayat dari hadits dho’if dalam hal fadhilah amal, selama tidak diketahui secara pasti bahwa hadits tersebut bukanlah diriwayatkan dari perawi pendusta atau bukanlah hadits shahih.
Selain itu, ada pula riwayat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya melakukan puasa pada awal bulan Dzulhijjah hingga tanggal 9 Dzulhijjah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berangkat) jihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud No. 2438, Ibnu Majah No. 1727, Ahmad No. 1968, dan At-Tirmidzi No. 757, riwayat dari Ibnu ‘Abbas]. Syeikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih.
Kemudian, yang menjadi dalil adanya keutamaan puasa pada awal bulan Dzulhijjah yaitu hadits dari Hunaidah bin Kholid, yakni beberapa istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan :
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari pada awal Dzulhijjah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, ….” . HR. Abu Daud No. 2437. Syaikhul Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih.
Lebih-lebih lagi puasa Arafah yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah, padanya memiliki keutamaan yang besar dibandingkan puasa awal bulan Dzulhijjah lainnya. Riwayat dari Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim No. 1162).
Ibadah puasa memang termasuk dalam amalan-amalan yang utama dan mulia. Banyak sekali keutamaan dalam menjalankan ibadah puasa. Semoga dengan menjalankan sunnah ini, kita sebagai umat Islam dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih keberkahan dalam ibadh kita. Aamiin.
Referensi :
www.detik.com/jogja/berita/d-7390531/keutamaan-puasa-tarwiyah-8-dzulhijjah-lengkap-dengan-bacaan-niatnya
jatim.nu.or.id/keislaman/status-hadis-puasa-tarwiyah-palsu-lantas-bagaimana-hukum-puasanya-4RZf4
www.kompasiana.com/muflihurfi1652/666ce70234777c16313bc003/apa-hukum-puasa-tarwiyah-dan-arafah